Taipan pendiri Mayapada Group Dato Sri Tahir memuji kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang dalam dua periode kepemimpinannya fokus menggenjot infrastruktur yang hampir merata di seluruh Indonesia.
Pembangunan era Jokowi tak lagi jawa sentris, namun daerah-daerah pelosok juga ikut ditata dengan pembangunan sejumlah infrastruktur memadai seperti jalan umum hingga jalan tol yang membuat akses masyarakat menjadi lebih luwes serta memangkas biaya dan waktu perjalanan. Di sisi lain konektivitas antar daerah yang sudah memadai juga menjadi menjadi perangsang pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Jokowi Kenalkan Prabowo ke Paus Fransiskus
Harus diakui pembangunan infrastruktur era Jokowi kerap kali dikritik sejumlah tokoh oposisi, fasilitas yang diberikan pemerintah disebut tak memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat, alih-alih menguntungkan, pembangunan itu disebut-sebut hanya bikin bengkak utang negara.
Kendati pembangunan infrastruktur era Jokowi kerap jadi bahan kritikan bahkan dijadikan bahan ejekan, namun Tahir punya pandangan berbeda.
Menurutnya di awal-awal pembangunan infrastruktur, keuntungan memang belum tampak secara kasat mata. Namun seluruh pembangunan itu menjanjikan keuntungan besar di masa depan. Generasi mendatang bakal menikmati manisnya keuntungan dari seluruh jerih payah pemerintah saat ini.
“Jadi infrastruktur kalau kita menuntut sekarang apa hasilnya ya tidak bisa langsung. Tetapi percayalah kepada saya, 20 tahun kemudian baru kita menyadari. Dahulu pemerintah membuat infrastruktur ternyata menguntungkan anak cucu kita,” kata Tahir dilansir Olenka.id Rabu (4/9/2024).
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah beberapa kali merilis jumlah infrastruktur serta anggaran pembangunan di era Jokowi.
Sejak 2015 hingga 2022 pemerintahan Jokowi menggelontorkan Rp2.779,9 triliun untuk mengebut pembangunan infrastruktur yang meliputi jalan tol, pembangkit listrik, bandar udara, jalan umum, bendungan, hingga pelabuhan.
Perinciannya, panjang jalan tol yang beroperasi meningkat signifikan dari 802 km pada 2014 menjadi 2.687 km pada 2022.
Pembangkit listrik pada 2014 yang hanya sebesar 53 gigawatt (GW) meningkat menjadi 81,20 GW. Selain itu, bandar udara pada 2014 yang berjumlah 237, meningkat menjadi 287 bandar udara pada 2022.
Jumlah pelabuhan pun meningkat dari 1.655 pelabuhan pada 2014 menjadi sebanyak 3.157 unit pelabuhan pada 2022.
Sejalan dengan itu, kapasitas bendungan yang pada 2014 sebesar 6,39 miliar m3 meningkat menjadi 16,96 m3 pada 2022.
Jalan umum pun meningkat dari 2014 dengan panjang 517.750 km menjadi 549.160 km pada 2022.
Pada 2024, pemerintah merencanakan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp396,9 triliun hingga Rp477,5 triliun.
Baca Juga: PDIP dan Anies Baswedan Benar-Benar Senasib
Rencana alokasi anggaran tersebut diantaranya untuk pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi, misalnya pada bidang teknologi informasi dan komunikasi, energi, pangan, dan konektivitas.
Selain itu, alokasi anggaran juga untuk mendukung percepatan penyelesaian pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dengan capain tersebut, Tahir sekali lagi mengacungkan jempol buat Jokowi.
Walau pembangunan berbagai fasilitas itu berkontribusi pada pembengkakan utang negara, namun setidaknya hal itu bisa menjadi pintu gerbang bagi Indonesia menuju negara maju.
Semua utang negara dipakai untuk hal-hal produktif, bukan pembangunan yang hanya sekedar gagah-gahan tanpa kalkulasi yang jelas.
“Tapi di era Pak Jokowi, semua pinjaman digunakan untuk produktif,” ujar Tahir.
Penggunaan utang negara untuk pembangunan infrastruktur bukan sesuatu yang diharamkan konstitusi di negara ini, Itu sah-sah saja dilakukan, pemerintah tak mungkin tak punya alasan untuk melakukan hal itu.
Baca Juga: Prabowo ke Jokowi: Kalau Bapak Dicubit yang Rasakan Seluruh Partai Gerindra
Pemerintahan Jokowi memang sedikit kepayahan mendapatkan investor untuk pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Sementara Jokowi sudah memegang teguh prinsipnya, pembangunan di era pemerintahnya tak boleh lagi Jawa sentris. Pembangunan mesti merata dari Sabang sampai Merauke.
Jalan satu-satunya untuk memuluskan agenda ini adalah meminjam modal dari sumber lain untuk menggenjot pembangunan demi menciptakan kemakmuran bagi seluruh anak bangsa.
“Menurut saya, kita bicara APBN, itu Jawa sebetulnya bisa tidak terlalu banyak menggunakan APBN. Kita lebih condong menggunakan kerjasama dengan swasta, atau dengan asing, KSO. APBN dipakai di luar Jawa, karena di sana tidak banyak investor yang mau. Maka pemerintah menggunakan. Dan ini sudah dijalankan oleh kabinet yang baru,” tutup Tahir.