Selain letak yang tak strategis, Dede Yusuf mengatakan penataan TPS yang biasa-biasa saja dan tak menarik juga membuat masyarakat menjadi malas menggunakan hak pilihnya. Selain itu perangkat RT/RW yang pasif dan tak melakukan sosialisasi juga menjadi penyebab lainnya yang membuat Pilkada Jakarta 2o24 menjadi gelaran pesta demokrasi paling sepi peminat.
"Nah inilah yang kemudian, kita pun, saya sebagai warga DKI tentunya, saya pun enggak tahu TPS-nya di mana. Baru nyari-nyari pas di lokasi, pas di hari H itu baru nyari-nyari. Artinya, pembuatan TPS itu tidak semenarik ketika kita ada perayaan 17 Agustusan. Setiap gang didandanin, itu kan menarik," ujar Dede Yusuf.
Baca Juga: Mengulas Karya David J. Lieberman
Selain itu, Dede Yusud juga mengatakan, minimnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh kurangnya sosialisasi Pilkada terhadap para pemilih pemula, dimana jumlah pemilih pemula itu sendiri bahkan jauh lebih banyak. Untuk itu dia meminta pihak-pihak terkait untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh, supaya kejadian serupa tak terulang di kemudian hari.
"Terus kedua, saya melihat banyak anak-anak muda, pemilih-pemilih pemula itu datang dengan bapaknya atau ibunya, nah enggak ada yang datang sendirian. Artinya, kalau tidak ada yang mengajak, mungkin mereka tidak tertarik untuk datang," pungkasnya.