Gelaran Pilkada Jakarta 2024 menjadi salah satu hajatan pesta demokrasi paling buruk sepanjang sejarah, pasalnya partisipasi Pilkada Jakarta kali ini menjadi yang terendah sepanjang sejarah, tak tanggung-tanggung penurunan partisipasi Pilkada Jakarta bahkan mencapai 50 persen lantaran banyaknya masyarakat yang memilih untuk tidak memilih alias golput. 

Angka partisipasi pemilih pada pilkada Jakarta 2024 tercatat hanya mencapai sekitar 4,3 juta suara. Sementara jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 8,2 juta.

Baca Juga: RIDO Keok di Pilkada Jakarta Versi Hitung Cepat, Endorse Jokowi Tumpul?

“Kalau memang sekilas kami monitoring kemarin memang tingkat partisipasi di angka 50-60 persennya,” kata Ketua KPUD Jakarta Wahyu Dinata dilansir Olenka.id Minggu (1/12/2024). 

Kejenuhan Publik

Rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilkada kali ini juga terkonfirmasi dari hasil penelitian Charta Politika. Pilkada Jakarta 2024 menjadi hajatan yang paling sepi peminat jika dibanding Pilkada sebelumnya yakni Pilkada 2007 yang melibatkan 70 persen dan Pilkada 2012 yang melibatkan 65 persen partisipasi  masyarakat. 

Peneliti Charta Politika, Dadang Nurjaman mengatakan, salah satu faktor yang membuat Pilkada Jakarta menjadi tak menarik di mata publik adalah tingkat kejenuhan masyarakat terhadap hiruk pikuk politik. Masyarakat bahkan memilih apatis dan masa bodoh pada gelaran pesta demokrasi lima tahunan itu. 

Faktor lain yang membuat Pilkada Jakarta tak menarik perhatian masyarakat karena kontestan yang ikut dalam gelaran tersebut kurang menjual, sehingga masyarakat menentukan pilihannya dan akhirnya memilih untuk tak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

“Atau mungkin bisa jadi karena isu-isu beberapa yang muncul seperti mencoblos, tidak mencoblos, atau kemudian mencoblos semua gitu kan, dan daripada datang kemudian mencoblos semua mungkin saja orang itu lebih pada tidak datang ke TPS,” kata Dadang. 

Letak TPS yang Tak Strategis dan Minimnya Sosialisasi 

Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dede Yusuf  Effendi mengaku lesu minat masyarakat terhadap gelaran Pilkada Jakarta juga tidak terlepas dari faktor-faktor teknis. 

Salah satu yang paling berpengaruh adalah letak Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sukar dijangakau warga. Hal ini kata dia membuat banyak masyarakat mengurungkan niat mencoblos sebab lokasi TPS yang tak strategis. 

Baca Juga: Pengetatan Budget di Middle Class dan Lesunya Pasar Bisnis F&B

"Ya, kalau yang saya lihat di TPS-TPS sekitar saya ya, itu yang datang ke satu TPS kebanyakan kan TPS-nya ada di gang-gang. Sementara pakai mobil, mohon maaf, parkir mobil aja kan agak sulit kalau TPS-nya ada di dalam gang-gang," kata Dede Yusuf. 

“Akibatnya, aduh parkirnya susah nih, akhirnya enggak jadi. Itu juga bisa jadi salah satu sebab. Artinya, penempatan lokasi TPS itu kadang-kadang tidak menarik juga untuk didatangi," tambahnya. 

Selain letak yang tak strategis, Dede Yusuf mengatakan penataan TPS yang biasa-biasa saja dan tak menarik juga membuat masyarakat menjadi malas menggunakan hak pilihnya. Selain itu perangkat RT/RW yang pasif dan tak melakukan sosialisasi juga menjadi penyebab lainnya yang membuat Pilkada Jakarta 2o24 menjadi gelaran pesta demokrasi paling sepi peminat. 

"Nah inilah yang kemudian, kita pun, saya sebagai warga DKI tentunya, saya pun enggak tahu TPS-nya di mana. Baru nyari-nyari pas di lokasi, pas di hari H itu baru nyari-nyari. Artinya, pembuatan TPS itu tidak semenarik ketika kita ada perayaan 17 Agustusan. Setiap gang didandanin, itu kan menarik," ujar Dede Yusuf.

Baca Juga: Mengulas Karya David J. Lieberman

Selain itu, Dede Yusud juga mengatakan, minimnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh kurangnya sosialisasi Pilkada terhadap para pemilih pemula, dimana jumlah pemilih pemula itu sendiri bahkan jauh lebih banyak. Untuk itu dia meminta pihak-pihak terkait untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh, supaya kejadian serupa tak terulang di kemudian hari. 

"Terus kedua, saya melihat banyak anak-anak muda, pemilih-pemilih pemula itu datang dengan bapaknya atau ibunya, nah enggak ada yang datang sendirian. Artinya, kalau tidak ada yang mengajak, mungkin mereka tidak tertarik untuk datang," pungkasnya.