Djoenaedi Joesoef merupakan tokoh penting di balik banyak produk obat yang menjadi andalan masyarakat Indonesia. Sebut saja Inzana, Konidin, Paramex, Siladex, Termorex, hingga Feminax, rangkaian obat tersebut hanya sebagian dari produksi PT Konimex. Selain obat-obatan, Konimex yang berdiri sejak 8 Juni 1967 ini juga memproduksi makanan dan minuman. Kini, produk Konimex tidak hanya dinikmati masyarakat dalam negeri, tetapi juga masyarakat di Singapura, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, hingga kawasan Timur Tengah, yaitu Saudi Arabia.
Sosok Visioner
Djoenaedi Joesoef lahir di Solo pada 6 Juni 1933. Kedua orang tuanya, Djoe Hong Sian dan Tjin Bong Tjauw, mempunyai toko obat China bernama Eng Thay Hoo yang juga membuka praktik pengobatan rumahan. Sedari kecil, pria yang bernama lahir Djoe Djioe Liang ini sudah terbiasa dengan dunia pengobatan. Dari situlah, kecintaannya pada farmasi terpupuk.
Berbekal keyakinan bahwa kebahagiaan dimulai dari hidup sehat, Djoenaedi Joesoef mulai serius membangun bisnisnya dengan mendirikan PT Konimex pada tahun 1967 yang berfokus pada usaha perdagangan bahan kimia, alat laboratorium, dan alat kedokteran. Konimex merupakan akronim dari Kondang Impor Ekspor, sebuah nama yang menggambarkan visi sang pendirinya untuk menciptakan bisnis berskala internasional.
Djoenaedi membangun perusahaanya dengan berpegang teguh pada falsafah 3MU, yaitu Mutu, Mudah, dan Murah. Dari sini, munculah inovasi penting dalam dunia farmasi Indonesia, yaitu obat OTC (Over The Counter) dalam strip berisi 4 tablet. Bermula di tahun 1971, inovasi ini menjadikan obat yang beredar lebih mudah diakses, lebih praktis, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas.
Ulet dan Kesuksesan Konimex
Pada awal membangun bisnisnya, Djoenaedi Joesoef memasarkan produknya dengan berkeliling dari rumah ke rumah, menawarkan produk satu per satu. Tidak hanya menjadi pemilik, dia juga berperan sebagai sales, manajer, dan logistik. Dari 70 orang karyawan yang dimilikinya pada tahun 1967, Konimex tercatat memiliki karyawan hingga 1.600 orang di tahun 2011.
Kesuksesan yang diraih tersebut tidak lepas dari inovasi yang terus dihadirkan. Di tahun 1980, Konimex mulai melakukan diversifikasi usaha ke industri kembang gula serta memproduksi obat dalam bentuk sirup di tahun 1981. Setahun setelahnya (1982), Konimex mendirikan pabrik baru di Sanggrahan, Sukoharjo sebagai pusat produksi demi menjamin standar kualitas yang sama.
Tidak berhenti di sana, Konimex kembali berinovasi dengan produk berbentuk effervescent yang lebih modern dan praktis di tahun 1988. Inovasi selanjutnya dihadirkan di tahun 1991 dengan mengembangkan produk berbentuk krim atau salep. Pada tahun 1993, perusahaan mulai mengembangkan produk berbahan herbal tradisional demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Djoenaedi membawa Konimex dalam pasar makanan ringan dengan mendirikan pabrik biskuit Sobisco di tahun 1994. Selanjutnya, di tahun 1995, Konimex memelopori pembuatan obat tetes mata sekali pakai yang praktis dan higienis.
Usaha panjang tersebut membuat Konimex diganjar berbagai penghargaan seperti Top Brand Award, Excellence Brand Award, Word of Mouth Marketing (WOMM) Award, hingga Indonesia Best Brand Award. Sementara itu, Djoenaedi Joesoef mendapat penghargaan Entrepreneur of the Year 2003 dari Ernst & Young.
Penerus Djoenaedi Joesoef
Djoenaedi Joesoef meninggal dunia pada 24 November 2019 silam. Kepemimpinannya di Konimex dilanjutkan oleh sang anak, Rachmadi Joesoef, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Konimex Indonesia.
Menikah dengan Juniati Joesoef (Sie Jauw Nio), Djoenaedi memiliki empat (4) orang anak, yakni Edijanto Joesoef, Rijanto Joesoef, Lisa Joesoef, dan Rachmadi Joesoef.