Dalam rangka memperingati Hari Prematur Sedunia dan Hari Pneumonia Sedunia, AstraZeneca Indonesia menggelar sesi edukasi bertajuk 'Kenali RSV, Selamatkan Bayi Berisiko Tinggi', yang digelar di The Westin, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Acara ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya Respiratory Syncytial Virus (RSV), terutama bagi bayi prematur yang memiliki sistem kekebalan tubuh serta organ pernapasan yang belum matang. Edukasi dini dianggap sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal dan kualitas hidup jangka panjang mereka.

Indonesia sendiri mencatat lebih dari 675.000 kelahiran prematur setiap tahun, menempatkannya pada peringkat kelima dunia.

Bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu memiliki sistem kekebalan tubuh dan fungsi paru-paru yang belum berkembang sempurna, sehingga sangat rentan terhadap infeksi.

“Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi karena paru-parunya belum berkembang sempurna. Mereka juga belum sempat menerima transfer antibodi pelindung dari ibunya secara optimal, sehingga sistem imunnya masih sangat lemah. Dibandingkan bayi cukup bulan, risiko rawat inap akibat RSV bisa dua hingga tiga kali lebih besar pada tahun pertama kehidupan,” jelas Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A, Subsp. Neo., Dokter Spesialis Anak Subspesialis Neonatologi.

Ia menambahkan bahwa infeksi RSV pada bayi prematur sering berkembang cepat dan membutuhkan perawatan intensif yang lebih panjang dibandingkan bayi lainnya.

RSV: Penyebab Utama Infeksi Saluran Napas Bawah pada Bayi

RSV adalah virus yang menyebabkan 60–80% bronkiolitis dan sekitar 30% pneumonia pada bayi dan anak-anak di seluruh dunia. Gejala awalnya sering kali menyerupai flu biasa, seperti pilek, bersin, hingga batuk ringan sehingga mudah terlewatkan.

Namun, pada bayi berisiko tinggi seperti bayi prematur, infeksi dapat berkembang menjadi gangguan pernapasan berat dan meninggalkan dampak jangka panjang, seperti risiko asma, wheezing kronis, hingga penurunan fungsi paru.

“RSV sering kali belum menjadi perhatian utama bagi orang tua, padahal virus ini sangat umum dan berdampak besar pada kesehatan pernapasan anak. Di Indonesia, RSV termasuk dalam dua virus yang paling sering ditemukan pada anak dan menjadi salah satu patogen utama penyebab pneumonia. Karena itu, kesadaran orang tua menjadi sangat penting, terutama bagi yang memiliki bayi prematur atau bayi berisiko tinggi lainnya,” ungkap Prof. dr Cissy Rachiana Sudjana Prawira, Sp.A(K), MSc, Ph.D., Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi Anak.

Membedakan RSV dengan Flu dan COVID-19

Menurut NFID, gejala flu, common cold, dan COVID-19 sering tumpang tindih. Namun, RSV memiliki karakter khas pada bayi, seperti batuk yang memburuk, wheezing (mengi), dan kesulitan bernapas.

Pada bayi prematur, gejala ringan dapat berkembang cepat menjadi kondisi serius, sehingga orang tua perlu mengenali tanda-tandanya sejak awal.

Baca Juga: Cacar Air Tengah Mewabah di Sekolah, Lindungi Anak dengan Vaksin Varisela, Segera!

Pencegahan

Mengacu pada Konsensus RSV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2024, pemberian antibodi monoklonal Palivizumab direkomendasikan untuk bayi berisiko tinggi, seperti bayi prematur, bayi dengan bronchopulmonary dysplasia (BPD), dan bayi dengan penyakit jantung bawaan (CHD).

“Palivizumab terbukti dapat menurunkan angka rawat inap akibat RSV hingga lebih dari 50% pada bayi berisiko tinggi. Langkah ini menjadi bagian penting dari pencegahan dini yang harus dipahami orang tua,” tambah Prof. Cissy.

Selain itu, langkah-langkah sederhana di rumah juga sangat berpengaruh.

“Orang tua harus membiasakan cuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan lingkungan, memastikan ventilasi rumah baik, menghindari kontak dengan orang sakit, serta membatasi aktivitas di tempat ramai. Ini adalah langkah kecil yang berdampak besar bagi bayi prematur,” tegas Prof. Rina.

Edukasi Berkelanjutan

Selain upaya orang tua, edukasi berkelanjutan dari tenaga medis dan industri kesehatan sangat diperlukan. Pemahaman mengenai pola penularan dan pencegahan RSV membantu mengurangi beban penyakit di masyarakat.

“Upaya mengurangi risiko infeksi RSV tidak hanya bertumpu pada tindakan klinis, tetapi juga pada kesadaran orang tua. AstraZeneca Indonesia berkomitmen mendukung edukasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman dan perlindungan bagi bayi berisiko tinggi,” ujar dr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia.

Komitmen AstraZeneca untuk Melindungi Bayi Berisiko Tinggi

AstraZeneca menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, organisasi profesi, dan industri dalam memperluas edukasi publik mengenai RSV.

“Sebagai bagian dari komitmen jangka panjang kami, AstraZeneca berupaya melindungi mereka yang paling rentan, termasuk bayi yang berisiko tinggi mengalami infeksi RSV berat. Dengan edukasi berkelanjutan dan langkah pencegahan yang tepat, kami percaya setiap bayi dapat tumbuh dengan perlindungan lebih baik dan kualitas hidup yang optimal,” tutup Esra Erkomay, President Director AstraZeneca Indonesia.

Baca Juga: Dokter Ahli Ingatkan soal Pentingnya Vaksinasi MMR Sebelum Menikah atau Bepergian