Di tengah gemerlap Jalan Braga, yang kini menjadi salah satu ikon wisata bersejarah Kota Bandung, terdapat jejak seorang pengusaha asal Belanda yang namanya mungkin gak banyak dikenal publik, namun jasanya sangat besar dalam membentuk wajah kawasan ini pada awal abad ke-20. Ia adalah Leendert van Bogerijen, pendiri restoran Maison Bogerijen yang saat ini dikenal sebagai Braga Permai. Bangunan warisan kolonial yang hingga kini masih berdiri dan menjadi saksi perkembangan kota tersebut masih tetap berdiri kokoh dan eksis.

Jejak dan karya Leendert van Bogerijen masih abadi menghiasi Jalan Braga. Namun, rasanya gak lengkap jika tidak mengenal lebih lanjut sosok Leendert van Bogerijen, dan seperti apa perjalanannya? Simak ulasan berikut ini:

Biodata Leendert van Bogerijen

Leendert van Bogerijen lahir pada 30 November 1887 sebagai anak kedua dari pasangan Antonie van Bogerijen (1862–1947) dan Elisabeth van Meeteren (1866–1907). Ia tumbuh dalam keluarga besar yang terdiri atas dua belas bersaudara. Kakak perempuannya bernama Frederika (1886–1959), sedangkan sebelas adiknya antara lain Antonia, Johanna, Geertruida, Antonius, Elisabeth, Martha, Johannes, Anna, Christiaan, Geertruida (lagi), dan Loefje. Riwayat keluarga ini tercatat cukup lengkap dalam basis data genealogi Belanda.

Baca Juga: Dari yang Legendaris Hingga Milik Artis, Ini Daftar 15 Restoran Padang Ternama di Indonesia

Leendert memulai kariernya di Hindia Belanda dengan bekerja di perusahaan kimia bernama De Chemicahenhandel DE GEDEH yang berlokasi di Weltevreden, Batavia. Perusahaan ini dikenal sebagai distributor produk kimia termasuk air rambut bermerek “CAMES HAARWATER”. Diduga, Leendert melamar pekerjaan tersebut setelah membaca iklan lowongan di Belanda, atau bahkan mungkin turut mendirikan usaha itu sendiri. Pekerjaan yang ia jalani kemungkinan besar terkait dengan pemasaran produk, memberi Leendert pengalaman awal dalam dunia usaha kolonial.

Perjalanan Hidup Leendert van Bogerijen

Nama Leendert van Bogerijen mulai muncul dalam pemberitaan surat kabar Hindia Belanda pada tahun 1918. Dalam sebuah pengumuman resmi oleh Wali Kota Bandung saat itu, Bertus Coops, disebutkan bahwa Leendert mengajukan petisi untuk mengambil alih lokasi usaha di Bragaweg 64, yang sebelumnya ditempati oleh Café Restaurant Hollandais. Di tempat itulah ia berniat mendirikan restoran baru bernama Maison Bogerijen yang akan menjual minuman keras. Pengumuman tersebut juga menyatakan bahwa warga diberi waktu dua minggu untuk mengajukan keberatan, seperti prosedur umum perizinan usaha kala itu.

Baca Juga: Kisah Sukses Ikon Restoran Bakmi Indonesia, Bakmi GM: Berangkat dari Warung Pinggir Jalan

Café Restaurant Hollandais sendiri sebelumnya merupakan tempat nongkrong populer bagi kalangan elite Eropa dan masyarakat kota. Pemiliknya, W.A. van Rooy, sempat berusaha menyelamatkan bisnisnya yang terdampak krisis ekonomi akibat Perang Dunia I. Ia bahkan menciptakan pengganti ragi untuk roti dan ini merupakan sebuah inovasi yang diakui dalam berbagai surat kabar waktu itu. Namun, berbagai tekanan utang dan kesulitan finansial akhirnya membuat Van Rooy melepas usahanya. Pada 7 Agustus 1918, Leendert resmi membeli usaha tersebut seharga 12.750 Gulden, mengalahkan penawaran dari Tuan Vlietstra asal Batavia yang menawar 500 Gulden lebih rendah.

Pendirian Maison Bogerijen

Setelah proses akuisisi selesai, Leendert tak menunggu lama untuk mewujudkan visinya. Maison Bogerijen dibuka secara resmi pada 7 September 1918, menampilkan konsep baru yang memikat. Ia menyulap halaman bekas Café Hollandais menjadi area duduk luar ruang dengan gaya Eropa modern. Kursi-kursi ditata rapi di bawah pohon rindang, lampu-lampu berpendar di malam hari, dan musik orkestra dari Batalyon ke-15 mengalun pada malam pembukaan. Suasana yang dihadirkan restoran ini membuatnya langsung menjadi pusat perhatian dan perbincangan di kalangan masyarakat kolonial.

Restoran ini tak sekadar tempat makan, tetapi juga simbol perubahan sosial dan ekonomi Kota Bandung. Maison Bogerijen hadir di saat Jalan Braga masih disebut Bragaweg, jalan itu mulai berkembang dari pemukiman menjadi pusat bisnis dan hiburan.

Baca Juga: Tentang Ciputra dan Bandung: Perjuangan Hidup Menuntaskan Studi di ITB

Sebelumnya, De Vries yang merupakan sebuah toko kelontong yang berkembang pesat di Groote Postweg (kini Jalan Asia Afrika) telah lebih dulu memicu tumbuhnya aktivitas ekonomi di kawasan tersebut. Bersama Societeit Concordia, para pemilik kebun, pengusaha, dan masyarakat kelas atas menjadikan kawasan ini sebagai tempat kongko, berdiskusi, bahkan merancang masa depan kota.

Kehadiran Maison Bogerijen memperkuat status Jalan Braga sebagai kawasan elite. Restoran ini menjadi tempat favorit tentara, pejabat, dan pengusaha. Para pengunjung dapat duduk menikmati suasana kota sambil menyeruput kopi atau minuman keras di teras yang langsung menghadap ke jalan. Daya tariknya tidak hanya pada sajian kuliner, tetapi pada suasana yang menawan dan desain yang mempertemukan kenyamanan tropis dengan sentuhan Eropa klasik. Leendert memahami bahwa bisnis bukan sekadar soal jual beli, tapi juga soal menciptakan pengalaman.

Kini, lebih dari seabad setelah pertama kali dibuka, bangunan Maison Bogerijen masih berdiri dengan nama baru Braga Permai. Meski telah berganti pengelola dan wajah zaman berubah, suasana restoran ini tetap memancarkan nuansa kolonial yang kuat. Ia menjadi saksi sejarah peralihan Bandung dari kota administratif menjadi kota modern. Dan di balik semua itu, ada nama Leendert van Bogerijen yang memiliki pandangan jauh ke depan, yang mampu membaca peluang, membangun dari krisis, dan meninggalkan warisan abadi di tengah denyut kota.