Di tengah gempuran tren kuliner modern dan maraknya bisnis makanan kekinian, sejumlah brand kuliner legendaris Indonesia tetap mampu bertahan dan mempertahankan pesonanya.
Dari racikan resep turun-temurun hingga suasana khas yang menggugah nostalgia, brand-brand ini tak hanya menyajikan makanan, tetapi juga menghadirkan warisan budaya yang hidup.
Dan, kali ini Olenka akan membawa Anda menyusuri kisah 12 brand kuliner legendaris Indonesia yang telah melewati lintas dekade bahkan abad, namun tetap eksis dan dicintai hingga kini.
Kesemua brand ini membuktikan bahwa rasa otentik dan dedikasi terhadap kualitas tak pernah lekang oleh waktu.
1. Gudeg Yu Djum
Gudeg Yu Djum adalah ikon kuliner khas Yogyakarta yang telah melegenda sejak pertengahan abad ke-20. Dikenal dengan cita rasa otentik dan proses memasak tradisional, gudeg ini menjadi destinasi wajib bagi para pecinta kuliner yang berkunjung ke Yogyakarta.
Gudeg Yu Djum sendiri didirikan oleh Djuwariyah yang akrab disapa Yu Djum, pada tahun 1951. Berbekal semangat dan ketekunan, Yu Djum memulai usahanya dengan berjualan gudeg menggunakan pikulan dari rumahnya di Karangasem menuju area Keraton Yogyakarta. Seiring waktu, ia membuka lapak sederhana di Kampung Wijilan, yang kemudian berkembang menjadi warung makan permanen pada tahun 1985.
Warung pusat Gudeg Yu Djum berlokasi di Jalan Kaliurang Km 4,5, Karangasem, Sleman, Yogyakarta, dan dikenal sebagai salah satu ikon kuliner legendaris di kota ini.
Gudeg Yu Djum, kuliner legendaris asal Yogyakarta, telah berkembang pesat dengan membuka banyak cabang strategis baik di dalam maupun luar kota. Di Yogyakarta dan sekitarnya, cabangnya tersebar mulai dari pusat di Karangasem hingga Wijilan, Sleman, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Gondokusuman, bahkan ada yang buka 24 jam di Tugu Mangkubumi.
Di luar Yogyakarta, Gudeg Yu Djum hadir di Jakarta (Sarinah, fX Sudirman, Kelapa Gading, Cipayung), Tangerang Selatan (BSD), dan Surabaya (Wonokromo), memudahkan para pecinta gudeg menikmati rasa otentik khas Jogja di berbagai kota besar. Dan, selain disajikan langsung, Gudeg Yu Djum juga tersedia dalam kemasan kaleng dan vakum, memudahkan pengiriman ke berbagai daerah.
Gudeg Yu Djum telah meraih sejumlah penghargaan yang mencerminkan dedikasinya terhadap kualitas dan pelayanan, antara lain Juara Partner Go-Food Regional Jawa 2019 untuk kategori Pelayanan Driver Terbaik dari Go-Jek, serta Sertifikat Halal dari MUI (LPPOM MUI No. 12310000670216) sebagai bukti komitmen terhadap kehalalan dan kualitas produk.
2. Es Teler 77
Es Teler 77 adalah jaringan restoran cepat saji khas Indonesia yang dikenal luas dengan menu andalannya, es teler, serta berbagai hidangan tradisional lainnya.
Didirikan pada tahun 1982 oleh pasangan suami istri Sukyatno Nugroho dan Yenny Setia Widjaja, inspirasi usaha ini berawal dari kemenangan ibu mertua mereka, Murniati Widjaja, dalam lomba membuat es teler di Jakarta pada tahun 1981.
Bermodalkan resep juara tersebut, mereka membuka warung tenda sederhana di kawasan Duta Merlin, Jakarta Pusat, yang kemudian berkembang pesat menjadi jaringan restoran waralaba pertama di Indonesia.
Es Teler 77 memulai usahanya dari sebuah kios kecil di halaman pusat perbelanjaan Duta Merlin, Jakarta Pusat. Pada tahun 1987, menantu Murniati, Sukyatno Nugroho, mengembangkan usaha ini dengan menerapkan sistem waralaba, menjadikannya pelopor waralaba makanan cepat saji asli Indonesia.
Gerai-gerai Es Teler 77 kemudian mulai bermunculan di berbagai pusat perbelanjaan, mengikuti tren gaya hidup masyarakat urban yang sering mengunjungi mal. Hingga kini, Es Teler 77 telah memiliki lebih dari 200 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, dan Australia.
Dan, berbagai penghargaan bergengsi seperti Enterprise 50 Award (2000), Parama Boga Nugraha (1998), Asean Best Executive (1995–1996), Satya Lencana Pembangunan (1995), Franchise Top of Mind (2014), hingga Juara Lomba Kreasi Rasa (2019) menjadi bukti nyata komitmen Es Teler 77 dalam menjaga kualitas, berinovasi, dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan industri kuliner Indonesia.
3. Soto Lamongan Cak Har
Soto Ayam Lamongan Cak Har adalah salah satu ikon kuliner khas Jawa Timur yang telah melegenda di Surabaya sejak awal 1990-an. Dikenal dengan cita rasa autentik dan konsistensi kualitas, warung ini menjadi destinasi wajib bagi pecinta soto ayam.
Soto Ayam Lamongan Cak Har didirikan oleh Kahar, yang akrab disapa Cak Har. Lahir di Lamongan pada 4 April 1971, Cak Har hanya menamatkan pendidikan hingga Sekolah Dasar.
Pada tahun 1984, beliau merantau ke Surabaya dan mulai bekerja di bidang kuliner. Setelah beberapa tahun bekerja, pada tahun 1992, Cak Har memulai usaha soto ayamnya sendiri dengan modal pinjaman sebesar Rp200.000. Awalnya, beliau berjualan menggunakan gerobak keliling di sekitar Surabaya.
Sejak berdiri, Soto Ayam Lamongan Cak Har telah berkembang pesat dengan beberapa cabang dan melayani pelanggan setiap hari dari pagi hingga dini hari.
Soto Ayam Lamongan Cak Har sendiri tercatat telah meraih berbagai penghargaan yang menegaskan kualitas dan popularitasnya sebagai salah satu kuliner legendaris di Surabaya, seperti Makassar Most Favourite (MMF) Culinary Award 2019.
Selain penghargaan formal, Soto Ayam Lamongan Cak Har juga mendapatkan pengakuan melalui kunjungan dari tokoh-tokoh terkenal. Beberapa di antaranya adalah Raisa, Kaesang Pangarep, dan Ganjar Pranowo, yang turut menikmati kelezatan soto ayam khas Lamongan di warung ini.
4. Toko Oen
Toko Oen adalah salah satu restoran legendaris di Indonesia yang telah menjadi simbol perpaduan budaya kuliner Belanda, Tionghoa, dan Indonesia sejak awal abad ke-20.
Toko Oen didirikan pada tahun 1910 di Yogyakarta oleh Nyonya Liem Gien Nio, yang akrab disapa Oma Oen. Nama Oen diambil dari nama suaminya, Oen Tjoen Hok.
Dikutip dari Merdekacom, awalnya, Toko Oen merupakan toko kue kering yang kemudian berkembang menjadi kedai es krim dan restoran yang menyajikan hidangan khas Belanda, Tionghoa, dan Indonesia.
Setelah meraih kesuksesan di Yogyakarta, Toko Oen memperluas jangkauannya ke berbagai kota besar. Cabang di Jakarta dibuka pada 1934, namun tutup pada 1973, sementara cabang Malang yang juga dibuka pada tahun yang sama masih bertahan meski sudah berpindah kepemilikan.
Cabang Semarang, yang berdiri sejak 1936 di Jalan Pemuda No. 52, menjadi satu-satunya yang masih dikelola oleh keluarga pendiri. Bahkan, ekspansi Toko Oen sempat menembus Eropa dengan membuka cabang di Delft pada 1997 dan Den Haag pada 2000, sebagaimana dilansir Tirto.
Toko Oen juga telah diakui sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia dan menjadi tujuan wisata kuliner yang populer. Restoran ini sering dimasukkan dalam paket tur wisata, terutama oleh agen perjalanan dari Belanda, karena nilai historis dan kulinernya yang khas.
Baca Juga: Mengenal Sosok Lauw Ping Nio, Sang Tokoh Jamu Legendaris Nyonya Meneer