Kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan masih perlu ditingkatkan.
Dengan nada bergetar dan mata berkaca-kaca, Mardiani (43 tahun) mengatakan dirinya merasa sangat bersyukur atas kesembuhan sang ayah (75 tahun) dari penyakit stroke yang diderita sejak tahun 2023 lalu. Mengaku tak mudah merawat orang tua sakit, ia bertekad untuk lebih memperhatikan kesehatan diri sendiri sehingga bisa tetap sehat di masa senja.
Selembar kertas rujukan rumah sakit terlipat rapi di tangan Mardiani yang baru saja keluar dari Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta. Selama dua tahun terakhir, ia mendampingi sang ayah berobat dan terapi stroke di RSUD Pasar Minggu.
Perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga (IRT) ini mengatakan, sekali dalam sepekan ayahnya menjalani terapi pasca-stroke di rumah sakit menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Terapi itu, jelasnya, sangat dibutuhkan oleh sang ayah yang sempat mengalami kelumpuhan akibat stroke.
"Terapi itu sangat penting buat pasien stroke. Apalagi buat orang tua, biasanya itu sampai lumpuh dan tidak bisa bergerak," ucap Mardiani saat ditemui Olenka di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Sesekali mengusap peluh di sekitar wajah, Mardiani mengingat kembali apa yang terjadi pada tahun 2023 itu. Beberapa bulan sebelum sang ayah jatuh sakit, sang ibu telah lebih dulu wafat akibat penyakit stroke.
"Pas pertama terkena stroke, ayah saya sangat drop. Berat badan turun, sering bengong, dan menyalahkan diri sendiri kenapa tidak menjaga kesehatan sejak dulu," kisahnya.
Tak hanya bagi sang ayah, ia juga merasakan betapa beratnya masa-masa awal ketika dirinya merawat sang ayah. Ia memaksa diri untuk terus kuat dan tegar agar sang ayah bisa bangkit dan memiliki semangat untuk sembuh.
"Tadinya ayah sudah merasa bosan, seminggu sekali pergi ke rumah sakit, terapi, tapi dia merasa tidak ada hasil. Kadang saya sebagai anak tensinya (emosi) naik juga, tapi namanya merawat orang tua, harus banyak-banyak bersabar," ungkapnya.
Perlahan, senyum ringan terbingkai di wajah Mardiani ketika menyebut bahwa ayahnya kini sudah mulai pulih, bisa berjalan, dan beraktivitas ringan kembali. Bisa dikatakan, sang ayah bisa pulih dengan cepat salah satunya karena disiplin menjalankan terapi.
Bagaimanapun, ia merasa mendapat banyak pembelajaran selama tiga tahun merawat sang ayah. Terlebih lagi, riwayat sakit stroke juga dialami oleh ibu dan paman-pamannya. Sebagian besar hal itu disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat.
Misalnya saja, salah satu faktor penyebab stroke tersebut karena sang ayah merupakan perokok berat. Dari apa yang menimpa beberapa anggota keluarganya, ia bertekad untuk lebih menjalankan gaya hidup sehat.
Bahkan, ia mengaku antusias ketika mengetahui pemerintah memiliki program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Dengan melakukan skrining kesehatan, ungkapnya, pencegahan terhadap risiko suatu penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Ia berharap, saat senja nanti bisa tetap sehat sehingga tidak membuat anak-anaknya merasakan apa yang selama dua tahun terakhir ia alami.
"Sekarang saya coba buat perbaiki gaya hidup dan tertarik mau coba ikut Cek Kesehatan Gratis," tegasnya.
Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan, Maria Endang Sumiwi, mengatakan masih banyak masyarakat yang merasa enggan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), baru sekitar 39% masyarakat yang pernah melakukan skrining penyakit tidak menular. Hal tersebut menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
"Jangan tunggu sampai merasa sakit, periksakan diri Anda agar dapat menjaga kesehatan sejak dini," katanya di Jakarta, belum lama ini.
Kesadaran Masih Rendah
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengakui kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan masih rendah. Bahkan, cukup banyak masyarakat yang merasa takut menemukan penyakit yang selama ini tak dirasakan sehingga memutuskan untuk tidak melakukan pemeriksaan kesehatan.
Siti Nadia Tarmizi menambahkan, tantangan lain seperti keterbatasan akses dan infrastruktur, kondisi geografis, hingga kondisi sosial-ekonomi juga menjadi penghambat bagi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Beberapa masyarakat merasa tetap bekerja dan mencari uang lebih utama apabila dibandingkan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan. Mereka merasa pergi ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan justru merupakan biaya yang tidak perlu. Beberapa yang lain merasa tidak memiliki waktu luang untuk melakukan cek kesehatan.
"Perlu edukasi mengenai pentingnya mengetahui kesehatan lebih awal untuk mencegah munculnya penyakit atau mengurangi keparahan," katanya.
Kesadaran masyarakat yang rendah untuk melakukan pemeriksaan kesehatan merupakan sebuah ironi. Hal itu karena ada cukup banyak masyarakat yang meninggal dunia akibat penyakit tidak menular yang seharusnya bisa dicegah dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Kementerian Kesehatan mencatat, ada lebih dari 600 ribu orang Indonesia meninggal dunia akibat penyakit kardiovaskular seperti stroke yang sering kali disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat. Risiko kematian dari penyakit tersebut bisa dicegah dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan sejak dini.
Adapun, data Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mencatat bahwa sekitar 70 persen orang Indonesia memiliki kondisi penyakit tidak menular (PTM), tetapi hanya 30 persen dari mereka yang tahu sedang menderita penyakit.
Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan menjadi amat penting guna mengetahui gangguan kesehatan sejak dini sehingga bisa dilakukan pencegahan sebelum terjadi komplikasi dan perburukan penyakit.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman, mengakui belum banyak masyarakat yang memiliki paradigma untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Saat ini masyarakat masih memiliki paradigma untuk mendatangi pusat layanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit apabila sudah jatuh sakit.
"Paradigma ini yang agak susah dan ingin kami bangun. Jangan tunggu sakit, cek kesehatan sekarang," katanya.
Memanfaatkan Program Cek Kesehatan Gratis
Aji Muhawarman, mengharapkan masyarakat bisa memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis yang digagas oleh pemerintah guna melakukan pencegahan dan penanganan berbagai jenis penyakit sejak dini, terutama penyakit tidak menular.
Ia mengatakan pemerintah berkomitmen untuk terus memperluas cakupan layanan cek kesehatan gratis dengan cara melakukan sosialisasi di berbagai media dan advokasi terhadap pemerintah daerah dan puskesmas. Ia mengatakan pemerintah menargetkan cakupan program Cek Kesehatan Gratis meningkat jadi 100.000 orang per hari. Adapun, saat ini rata-rata cakupan sekitar 50.000 orang per hari.
"Masyarakat diimbau untuk memilih fasilitas kesehatan terdekat dengan domisilinya agar proses cek kesehatan lebih mudah diakses," kata Aji.
Aji menjelaskan, pemerintah ingin mengubah paradigma layanan kesehatan dari pendekatan kuratif yakni mengobati setelah sakit menjadi preventif atau pencegahan melalui program Cek Kesehatan Gratis.
"Deteksi dini penyakit dapat membantu penanganan yang lebih cepat dan mengurangi beban biaya kesehatan," pungkasnya.