Multiple Sclerosis (MS) mungkin belum begitu dikenal luas di Indonesia, namun dampaknya sangat nyata bagi para penyintas. Untuk itu, kolaborasi antar berbagai sektor menjadi kunci penting dalam menciptakan penanganan yang lebih baik, inklusif, dan berkelanjutan.

Multiple Sclerosis adalah penyakit autoimun kronis yang menyerang sistem saraf pusat, termasuk otak dan sumsum tulang belakang.

Penyakit ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang mielin, lapisan pelindung serabut saraf. Akibatnya, pengiriman sinyal antar sel saraf terganggu dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan permanen.

Gejala MS sangat bervariasi antara satu individu dengan yang lain. Beberapa di antaranya termasuk gangguan penglihatan, kelemahan otot, kelelahan ekstrem, hingga kesulitan dalam koordinasi dan keseimbangan.

Menurut Atlas of MS yang dirilis oleh Multiple Sclerosis International Federation, jumlah kasus MS di Indonesia tercatat sebanyak 160 kasus pada tahun 2020.

Sementara itu, prevalensi MS diperkirakan antara 1-5 penyintas per 100.000 penduduk. Walaupun termasuk rendah secara angka, tantangan utama dalam penanganan MS justru terletak pada minimnya kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan, yang menyebabkan diagnosis sering terlambat.

"Diagnosa dan penanganan multiple sclerosis di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, sehingga kolaborasi antara masyarakat, tenaga kesehatan, dan akses penanganan sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan kualitas hidup pasien," jelas Dr. dr. Paulus Sugianto, Sp.N(K), Ketua Pokja Neuroinfeksi dan Neuroimunologi Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni).

Baca Juga: YJI Gelar Trunk Show 'Ramadan with Heart' untuk Dukung Anak-anak dengan Penyakit Jantung Bawaan

Mendorong Kolaborasi Melalui Multiple Sclerosis Awareness Week 2025

Sebagai respons atas tantangan ini, Multiple Sclerosis Awareness Week 2025 hadir sebagai momentum penting untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan sistemik.

Dengan tema “Echoing Light, Join the Fight!”, acara ini mengusung semangat perjuangan kolektif dan kolaborasi lintas sektor.

Program ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, komunitas pasien, tenaga kesehatan, hingga sektor swasta seperti PT Merck Tbk.

Tujuannya adalah menciptakan ekosistem yang inklusif, mendukung deteksi dini, serta memperluas akses terhadap pengobatan yang layak bagi para penyintas MS di Indonesia.

"Kami di Merck meyakini bahwa perjuangan pasien MS adalah perjuangan kolektif yang memerlukan dukungan dari semua pihak. Untuk itu, kami mendukung semua sektor, dari komunitas, tenaga kesehatan, serta pembuat kebijakan untuk bersama meningkatkan kesadaran dan memperluas akses dalam deteksi dini hingga penanganannya," ungkap Evie Yulin, President Director PT Merck Tbk.

Adapun rangkaian kegiatan yang diselenggarakan selama Multiple Sclerosis Awareness Week meliputi peluncuran video “A Day in the Life of MS Patient” yang menggambarkan tantangan sehari-hari para penyintas MS, aktivitas interaktif yang memungkinkan masyarakat merasakan langsung gejala MS secara virtual, serta webinar edukatif bersama komunitas @Cantik2Autoimun yang membahas mitos, fakta, dan isu seputar reproduksi pada penyintas MS.

Kegiatan ini juga mencakup sesi berbagi cerita inspiratif dari para penyintas, serta forum diskusi lintas sektor yang menghadirkan ahli MS, neurolog, perwakilan pemerintah, dan komunitas pasien untuk merumuskan strategi nasional dalam manajemen MS di Indonesia.

Multiple Sclerosis mungkin belum banyak dikenal, namun bagi penyintasnya, perjuangan hidup adalah nyata setiap harinya.

Kolaborasi yang terjalin melalui inisiatif seperti MS Awareness Week menjadi langkah penting menuju masa depan yang lebih cerah, di mana penyintas tidak hanya didiagnosis lebih cepat, tetapi juga mendapatkan dukungan berkelanjutan yang layak.

Upaya ini juga menjadi panggilan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat, karena perubahan besar sering kali dimulai dari kepedulian kecil.

“Dukungan kolektif jauh lebih berarti dalam memberikan dampak nyata pada penanganan MS di Indonesia,” pungkas Dr. Paulus.

Baca Juga: Tak Cuma Soal Obat, Ini Strategi Merck Dongkrak Industri Farmasi Lokal