Di tengah perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI), laporan terbaru dari Twilio mengungkapkan adanya pergeseran fokus pemimpin bisnis dari personalisasi yang bersifat reaktif (sesuai kebutuhan konsumen) ke personalisasi prediktif (memprediksi kebutuhan konsumen). Disebutkan, 89% responden–termasuk 82% responden di Asia Pasifik–percaya bahwa pemanfaatan AI sesuai etika dapat menjadi keunggulan kompetitif mereka.

Lebih dari separuh (54%) pemimpin bisnis mengatakan bahwa mereka mengatasi kekhawatiran konsumen seputar privasi data dan pertimbangan etika dalam AI dengan menerapkan kontrol privasi yang kuat. Hal itu sejalan dengan laporan State of Customer Engagement dari Twilio yang menemukan bahwa hampir setengah (49%) responden mengatakan bahwa mereka akan lebih memercayai brand yang secara terbuka mengungkapkan penggunaan data pelanggan dan interaksi yang didukung oleh AI.

Baca Juga: Hasil Penelitian: Ini 10 Tren Kecerdasan Buatan yang Bakal Populer pada Tahun 2030

"Dalam dunia pemasaran, personalisasi adalah hal yang sangat penting. Konsumen saat ini tidak hanya mengharapkan brand untuk memahami mereka, tetapi mereka juga ingin brand mengantisipasi kebutuhan mereka. AI membuat hal tersebut menjadi kenyataan," ujar Robin Grochol, VP Product Management Twilio, dikutip Kamis (27/6/2024).

Di masa mendatang, Gen Z (berusia 18-27 tahun) akan menjadi penentu tren yang akan membentuk masa depan interaksi dan keterlibatan brand dengan konsumen. Tercatat, 85% perusahaan mengaku berencana menyesuaikan atau mengoptimalkan strategi pemasaran mereka guna mengakomodasi kebutuhan dan preferensi unik dari konsumen Gen Z. 

Secara khusus, 45% pemimpin bisnis di Asia Pasifik mengatakan bahwa organisasi mereka berencana untuk melakukan penyesuaian ini dengan menggunakan konten dalam format video pendek seperti Tiktok atau Reels di Instagram. Cara lain yang menjadi pilihan perusahaan untuk menyesuaikan strategi pemasaran mereka adalah dengan menggunakan konten AI generatif untuk menciptakan interaksi yang sangat visual dan personal serta menyesuaikan konten dan interaksi pelanggan berdasarkan analisis data.

Sejalan dengan tuntutan konsumen Gen Z, 86% pemimpin bisnis bersiap untuk pergeseran yang signifikan dari personalisasi reaktif ke personalisasi prediktif di seluruh industri. Sebanyak 82% pemimpin bisnis menekankan pentingnya menanamkan kecerdasan emosional, atau kemampuan untuk merespons emosi manusia, ke dalam sistem AI. Selain itu, 80% pemasar berencana untuk meningkatkan akurasi pengukuran efektivitas personalisasi–yang secara tradisional dilakukan dengan mengukur tingkat interaksi dan konversi–dengan mengadopsi metrik yang lebih canggih, seperti customer lifetime value (jumlah yang akan dibelanjakan konsumen untuk suatu brand dari waktu ke waktu), interaksi emosional, dan brand affinity (tingkat loyalitas konsumen terhadap suatu brand).

Dari pemasaran hingga layanan pelanggan, responden sepakat bahwa AI akan menjadi mitra di balik layar yang membantu perusahaan memenuhi ekspektasi konsumen dan memanfaatkan insight berbasis data untuk menghadirkan personalisasi. Temuan lain dalam survei yang juga menarik untuk diketahui adalah: 

  • 73% pemimpin bisnis sepakat bahwa AI akan mengubah strategi personalisasi dan pemasaran;
  • 58% pemimpin bisnis yakin bahwa chatbot AI akan menciptakan perubahan terbesar dalam strategi personalisasi dalam 5 tahun ke depan;
  • 59% perusahaan yang disurvei memperkirakan bahwa pada tahun 2025, mereka akan menggunakan AI setiap hari;
  • 72% perusahaan yang disurvei menggunakan platform data pelanggan (CDP) untuk personalisasi sementara 48% menggunakan data warehouse. Kolaborasi kekuatan CDP dalam menangani data pelanggan secara real-time dengan lingkungan data warehouse yang andal dan dapat diskalakan menghasilkan pendekatan dinamis untuk personalisasi.

Laporan Twilio ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode 8 April-5 Mei 2024 dengan menggunakan survei online yang disiapkan oleh Method Research dan didistribusikan oleh RepData, melibatkan 521 responden dengan jabatan direktur atau lebih tinggi di perusahaan B2B dan B2C di 12 negara di empat kawasan: Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia Pasifik (APAC). Perusahaan-perusahaan ini memiliki lebih dari 500 karyawan dan memahami serta menerapkan strategi pengalaman pelanggan, teknologi pemasaran, atau strategi data pelanggan perusahaan.