Di tengah dominasi nama-nama besar dunia dalam teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), Indonesia memiliki sosok perempuan yang kiprahnya tak kalah berpengaruh. Dr. Eng. Ayu Purwarianti, S.T., M.T.. Ia bukan hanya akademisi dan peneliti, tetapi juga pelaku industri yang berperan penting dalam pengembangan Natural Language Processing (NLP) untuk bahasa Indonesia.

Ayu memiliki dua profesi di bidang teknologi, yakni sebagai dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Co-Founder Prosa.ai. Penasaran seperti apa perjalanan Ayu di bidang AI dan NLP? Simak informasi berikut ini: 

Awal Perjalanan

Minat Ayu terhadap AI dan NLP bermula sejak masa kuliah sarjana di Teknik Informatika ITB pada akhir 1990-an. Tugas akhirnya berupa mesin penerjemah antarbahasa menjadi pijakan awalnya di bidang machine translation. Di masa itu, akses terhadap literatur ilmiah masih terbatas, dan membaca paper memerlukan sistem operasi berbasis Linux dengan antarmuka DOS.

Baca Juga: Era Kecerdasan Buatan, Ini 3 Langkah yang Harus Diambil Pemimpin Bisnis Sekarang

Setelah meraih gelar sarjana, ia melanjutkan magister di bidang yang sama. Risetnya terus berlanjut hingga ke jenjang doktoral di Toyohashi University of Technology, Jepang, yang diselesaikan pada 2007 dengan fokus pada cross-lingual question answering antara bahasa Jepang dan Inggris.

Karier Akademik dan Penelitian

Sebagai akademisi di STEI-ITB, Ayu telah berkiprah lebih dari dua dekade dalam pengembangan NLP untuk bahasa Indonesia. Sejak 1998, ia terlibat dalam berbagai penelitian yang berfokus pada pengolahan teks, pengenalan suara, machine learning, dan AI berbasis bahasa.

Portofolio risetnya mencakup proyek-proyek mutakhir, seperti:

  • LLM Bahasa Indonesia untuk Social Media Monitoring (2024)
  • Sistem Text-to-Speech Multi-Speaker untuk Kloning Suara (2024)
  • Generative Language Model untuk Intelligent Tutoring System
  • Expressive Conversational AI dengan Avatar dan Speech Processing (2024)
  • Prediksi Protein Pengikat DNA berbasis Capsule Network (2023)

Selain itu, Ayu juga memimpin pengembangan aplikasi untuk tiga bahasa daerah, yakni Bugis, Bali, dan Minangkabau, yang dipilih karena popularitas dan representasi wilayahnya di Indonesia. Proyek ini bukan hanya inovasi teknologi, tetapi juga kontribusi nyata pada pelestarian bahasa daerah di era digital.

Baca Juga: Menakar Eksistensi Artificial Intelligence vs Masa Depan Suku Bunga

Lahirnya Prosa.ai

Tahun 2018 menjadi titik penting dalam karier Ayu. Bersama Dr. Desi Puji Lestari dan seorang rekan lain, ia mendirikan Prosa.ai, perusahaan teknologi yang fokus pada pemrosesan bahasa, khususnya speech recognition dan analisis teks dalam bahasa Indonesia.

Nama “Prosa” diambil dari singkatan “pemrosesan bahasa” yang dipadukan dengan “AI”. Misinya sederhana, yakni membawa hasil riset akademis ke tangan masyarakat, sekaligus membuktikan bahwa teknologi AI canggih juga bisa lahir dari Indonesia.

Produk Prosa.ai kini digunakan oleh berbagai pihak, termasuk kreator konten di TikTok dan YouTube, serta institusi yang membutuhkan solusi on-premise untuk keamanan data. Keunggulan Prosa.ai terletak pada kemampuannya memberikan layanan dengan penyimpanan data di server milik klien, menjamin kerahasiaan yang sulit ditawarkan oleh raksasa teknologi global.

Baca Juga: Sri Mulyani Bicara Investasi Sains, Teknologi hingga Pendidikan

Tantangan yang Dihadapi

Membangun perusahaan AI di Indonesia bukan perkara mudah sebab masih rendahnya kesadaran publik terhadap manfaat AI. Menurut Ayu, sebelum masyarakat mau menggunakan teknologi, mereka harus paham dulu fungsi dan potensinya.

Selain itu, Prosa.ai juga harus bersaing dengan raksasa global, seperti Google, Microsoft, dan AWS. Perbandingan akurasi dan performa menjadi tuntutan klien, sehingga Prosa.ai perlu memastikan produknya setara atau lebih unggul. Strategi bersaing dilakukan lewat harga yang kompetitif dan layanan yang personal.

Baca Juga: Teknologi dan Digitalisasi Kunci Utama Ketahanan Industri Sawit

Melihat kondisi itu, dukungan pemerintah menjadi kunci. Ayu menekankan perlunya regulasi AI yang jelas, dengan visi apakah Indonesia hanya ingin menjadi pengguna atau juga pengembang teknologi. Tanpa keberpihakan pada peneliti dan pengembang lokal, potensi besar Indonesia bisa terlewatkan.

Perempuan di Dunia Teknologi

Bagi Ayu, perempuan di bidang teknologi kini semakin lazim, meski tetap menghadapi tantangan. Salah satunya adalah gap pendidikan sejak sekolah menengah, di mana tidak semua siswa mendapatkan pelajaran pemrograman. Hal ini sering membuat perempuan merasa tertinggal dibanding rekan laki-laki.

Selain itu, beban peran domestik sering menjadi tantangan tambahan. Ayu sendiri menjalani studi doktoral di Jepang sambil membesarkan anaknya yang masih balita. Meski mendapat dukungan suami, norma sosial membuat sebagian besar tanggung jawab pengasuhan tetap jatuh pada ibu.

Beruntungnya, Ayu tumbuh dalam keluarga yang mendorong pendidikan tinggi. Ayahnya, seorang akuntan publik, justru mendorongnya masuk ke bidang teknik informatika karena melihat prospek teknologi komputer di masa depan.

Baca Juga: Akademisi: Cara Gen AI Hasilkan Jawaban Mirip dengan Burung Beo

Di sisi lain, Ibunya juga berlatar belakang pendidikan tinggi di bidang farmasi. Dukungan keluarga ini membuat Ayu tidak mengalami hambatan gender dalam menekuni dunia teknik. Pasalnya, seperti kita ketahui, dunia teknik merupakan sesuatu yang masih menjadi tantangan bagi banyak perempuan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).

Pandangan tentang AI dan Etika

Ayu menyadari kekhawatiran publik bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia. Ia mengakui, otomatisasi memang bisa mengurangi jumlah pekerja di sektor tertentu, tetapi hal itu harus diantisipasi dengan upskilling dan reskilling.

Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan AI, seperti deepfake pornography, yang mayoritas menyasar perempuan. Bagi Ayu, AI adalah alat yang manfaat atau bahayanya tergantung pada niat pengguna. Karena itu, ia menekankan perlunya regulasi yang tegas, termasuk dalam melindungi korban kekerasan berbasis teknologi.

Visi ke Depan

Ayu melihat Indonesia memiliki potensi besar menjadi pemain utama di bidang AI, mengingat kualitas sumber daya manusia yang mulai diakui di tingkat internasional. Namun, untuk mewujudkan itu, dibutuhkan sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah.

Baca Juga: 10 Tips Keamanan Siber Agar Perempuan Terhindar dari Penipuan Online dan Scam

“Kalau Jepang saja mencari programmer dari Indonesia, artinya potensi kita besar. Tinggal bagaimana mengelolanya,” kata Ayu dalam sebuah wawancara dengan Magdalene.

Dengan kiprah dan dedikasinya, Ayu Purwarianti menjadi bukti bahwa perempuan Indonesia mampu berada di garda terdepan teknologi, menciptakan solusi yang relevan, aman, dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat.