Liem Seeng Tee merupakan pendiri PT HM Sampoerna Tbk, salah satu perusahaan rokok tertua dan terbesar di Indonesia. Siapa sangka, perusahaan besar tersebut merupakan hasil kerja keras anak yatim piatu yang terpaksa merantau ke Indonesia demi menyambung hidup. Bersama sang istri, Liem Seeng Tee berhasil menghadapi kerasnya hidup dan meninggalkan kisah yang luar biasa.
Pergi Bertiga, Terpaksa Tinggal Sendiri
Dikisahkan, Liem kecil terpaksa merantau ke Indonesia bersama ayah dan kakak perempuannya karena kondisi ekonomi yang tidak menentu di tanah kelahirannya, Desa Anxi, Fujian, China. Mereka pergi bertiga karena sang ibu telah meninggal dunia. Kala itu (1898), usia Lim yang lahir di tahun 1893 baru berusia lima (5) tahun.
Baca Juga: Kisah Hendro Santoso Gondokusumo Teruskan Legacy Keluarga dengan Mendirikan Intiland
Menumpang kapal dagang, sang ayah terpaksa membiarkan anak perempuannya diadopsi keluarga di Singapura karena keterbatasan biaya ketika mereka mendarat di Negeri Singa tersebut. Berdua, Liem kecil dan ayahnya tiba di Surabaya. Baru enam bulan di Indonesia, Liem menjadi yatim piatu karena sang ayah meninggal dunia akibat wabah malaria dan kolera. Beruntung, dia sempat dititipkan pada sebuah keluarga sederhana di Bojonegoro.
Berbekal ilmu dasar berdagang dari keluarga angkatnya, Liem Seeng Tee memilih untuk mandiri di usia 11 tahun dengan berjualan makanan dari gerbong ke gerbong di kereta api jurusan Jakarta-Surabaya. Setelah beberapa waktu, dia berhasil membeli sebuah sepeda bekas yang kemudian digunakan sebagai transportasinya berdagang.
Berjuang Bersama Sang Istri: Kekuatan Cinta Sesungguhnya
Kisah hidup Liem Seeng Tee memasuki babak berbeda ketika berhasil menikahi Siem Tjiang Nio di tahun 1912. Liem yang sempat belajar melinting rokok akhirnya bekerja sebagai peracik dan pelinting rokok setelah resmi menikah. Pabrik tempat Lim bekerja terletak di daerah Lamongan.
Kesuksesan Liem dalam membangun perusahaan rokoknya sendiri tercapai berkat bantuan sang istri yang hidup hemat dan gemar menabung. Enam bulan bekerja di pabrik rokok, Liem Seeng Tee memutuskan keluar dan mulai memproduksi rokok hasil racikannya sendiri. Sementara itu, sang istri berjualan kue di sebuah warung kecil di Jalan Cantian Pojok.
Dia mulai serius membesarkan bisnis rokoknya dengan perusahaan bernama Handel Maatschappij Liem Seeng Tee di tahun 1913. Perusahaan inilah yang sekarang dikenal sebagai PT HM Sampoerna Tbk. Saat membesarkan usahanya, Liem mendapat anugerah dengan kelahiran dua anak laki-lakinya, Swie Hwa pada tahun 1914 dan Swie Ling pada tahun 1915.
Kesempatan Kedua dan Seterusnya
Tidak ada bisnis yang sukses tanpa ujian. Itulah yang menggambarkan kondisi Liem di tahun 1916 ketika tempat tinggal keluarganya terbakar. Kesempatan kedua datang kepadanya usai ia ditawari tembakau murah dari sebuah perusahaan yang hampir bangkrut. Waktunya hanya 24 jam untuk melunasi pembayaran.
Berkat kebiasaan sang istri yang gemar menabung, Liem berhasil mendapatkan kesempatan keduanya untuk membangun bisnis rokok. Tak disia-siakan, kerja sama Liem Seeng Tee dan Siem Tjiang Nio berhasil membesarkan perusahaan rokok yang mereka bangun hingga memiliki pabrik sendiri dengan ribuan karyawan. Di tahun 1940-an, Sampoerna sudah memiliki 1.300 karyawan yang bekerja dalam dua sif dengan produksi lebih dari tiga juta batang rokok per minggu.
Bisnisnya kembali goyah saat Jepang menduduki Indonesia. Liem ditangkap untuk menjalani kerja paksa dan keluarganya terpaksa bersembunyi. Mereka kembali membangun Sampoerna lewat merek Dji Sam Soe setelah Indonesia merdeka. Liem Seeng Tee meninggal dunia di tahun 1956 pada usia 63 tahun dan meneruskan bisnisnya kepada anak-cucunya.
Mampu berdiri tiga generasi, PT HM Sampoerna Tbk kini dimiliki oleh perusahaan asing bernama Philip Morris International Inc., perusahaan tembakau multinasional asal Amerika Serikat (AS).