Sempat Stres saat S3 di UGM

Tahir diketahui pernah mengenyam  pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. 

Saat ujian terbuka untuk promosi doktor bagi Tahir dari Program Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Jumat (30/8/2019), Tahir pun memaparkan hasil riset disertasinya yang berjudul Studi Ekonomi Kelembagaan Baru dan Kepemimpinan (Studi Kasus Kebijakan Penyelamatan Perbankan pada Saat Krisis Moneter 1997/1998). Tahir pun lulus sebagai doktor dengan predikat Cum Laude kala itu.

Ujian terbuka tersebut dihadiri sejumlah tokoh antara lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, pendiri dan chairman Lippo Group Mochtar Riady, pendiri Yayasan UPH James T Riady, Jusuf Wanandi, mantan Kapolri Dai Bachtiar, Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, mantan Rektor UGM Dwikorita, dan kalangan pengusaha, profesional, serta pejabat.

Dalam ujian terbuka tersebut, Tahir memaparkan hasil penelitiannya yang menggali berbagai faktor yang memperburuk kondisi sistem keuangan Indonesia pada 1997-1998.

Dengan teori New Institutional Economics (NIE), Tahir menemukan institusi informal memberikan dampak buruk terhadap efektivitas institusi formal. Akibatnya, Bank Indonesia tidak bisa bekerja secara independen karena banyaknya campur tangan penguasa untuk melindungi kepentingan keluarga dan kroninya. 

Dalam sebuah kesempatan, suami Rosy Riady ini pun menceritakan kisahnya saat mengikuti ujian S3 di UGM.

“Ujian S3 di UGM tersedia dalam bentuk ujian tertutup atau ujian terbuka. Sebetulnya, ujian tertutup untuk S3 sudah cukup, tapi saya minta yang terbuka juga. Waktu ujian tertutup, Rektor UGM saat itu, Prof. Panut, menjenguk saya dan di luar bilang begini ke dosen-dosen yang hadir, 'Ini yang di dalam ini, Pak Tahir yang nguji profesornya? Atau Profesor yang menguji Pak Tahir?'," kenang Tahir.

Berangkat dari disertasinya itu, Tahir beberapa waktu lalu pun sempat mengusulkan Leadership Public Policy School di UGM. Namun menurutnya, langkah ini masih membutuhkan proses. Tahir menambahkan, beberapa universitas lain sudah mendirikan institusi pendidikan semacam itu.

Tujuannya antara lain guna menghilirkan nilai-nilai ke-UGM-an dan pemikiran para tokoh bangsa yang lahir dari UGM untuk pembangunan bangsa. Seperti di Singapura ada Lee Kuan Yew School of Public Policy dan John F. Kennedy Public School di India.

Sementara itu, dikutip dari laman kagama.co, Wihana selaku promotor sekaligus pembimbing Tahir kala itu pun bersaksi bahwa Tahir adalah mahasiswa yang brilliant, pembelajar yang cepat, dan pelaku sejarah. 

Sebagai pembimbing, Wihana mengaku bangga karena Tahir bisa belajar dengan cepat. Namun, lanjut Wihana, saat kuliah, Tahir sering terlihat seperti tidak siap mengikuti kuliah.

Ia pun mengungkap, saat berjuang meraih gelar doktornya, Tahir pun sempat mengalami stres.

“Ya itu wajar. Beliau juga sempat stres (saat mengerjakan disertasi), belum menemukan suatu kebenaran. Beliau sudah dua kali bertanya ‘apa saya mundur saja?’. Tapi saya yakinkan bahwa beliau bisa,” ungkap Wihana.

Baca Juga: Satu-satunya Orang Indonesia yang Tanda Tangani Giving Pledge Bill Gates, Bukti Kesungguhan Dato Sri Tahir pada Dunia Filantropi