Keberuntungan lainnya yang juga menghampiri Oei Wie Gwan di tengah keterbatasan kehidupan penjara adalah pertemuannya dengan sipir penjara yang merupakan orang Taiwan yang ditugaskan mengawasi penjara tempat Oei Wie Gwan di tawan yang sebelumnya dijaga tentara Jepang.
Di era itu Taiwan merupakan bagian dari kekaisaran Jepang, negara ini merupakan tempat pertama yang menjadi negara koloni Jepang, jadi wajar, orang-orang Taiwan dipekerjakan sebagai sipir penjara atau bahkan menjadi prajurit tempur.
“Tiba-tiba penjaganya di ganti dari orang Jepang, di ganti orang Taiwan. Karena dia kurang orang, Jepangnya outsourcing ke orang Taiwan,” jelas Armand.
Tak perlu waktu waktu lama, perkenalan Oei Wie Gwan dengan sipir asal Taiwan membawa mereka pada sebuah hubungan yang cukup karib. Kehidupan Oei Wie Gwan di dalam penjara Jepang perlahan berubah, hal ini dilatarbelakangi oleh kesamaan bahasa.
Sipir Taiwan saat itu memakai bahasa Hokkien, sementara Oei Wie Gwan yang berbahasa Indonesia sedikit banyak mengerti bahasa Hokkien kendati kurang fasih.
Baca Juga: Rencana Prabowo Kirim Pasukan Perdamaian ke Palestina Direstui Jokowi
Dari sini Oei Wie Gwan kembali memperdalam ketangkasan berbahasa Hokkien. Dari titik ini pula bos rokok terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara, PT Djarum itu menemukan titik balik di pengasingan. Ia kemudian dibebaskan atas kemurahan hati Sipir Taiwan itu.
“Orang Taiwan bisa bahasa Hokkien. Kakek saya masih bisa dikit-dikit. Bahasa Dewa nih, ajak ngomong. Gua kan berdagang sama siapa aja. Sama orang Taiwan (kakek saya) dilepas (dibebebaskan),” kenang Armand.