Obat Trauma Masa Kecil Ciputra
Bagi Ciputra, Dunia Fantasi bukan sekadar proyek taman hiburan biasa. Di balik setiap wahana dan tawa pengunjungnya, tersimpan kisah pribadi yang mendalam dari sang maestro properti Indonesia ini.
“Melihat kebahagiaan orang-orang di dalamnya, dewasa hingga kanak-kanak, tertawa, hati saya tersentuh. Entahlah, saya tiba-tiba teringat masa kecil saya yang sunyi dan kelabu,” tukasnya.
Ciputra mengaku, masa kecilnya diliputi kesunyian dan warna hidup yang kelabu. Saat melihat tawa anak-anak di Dufan, ia menyadari ada dorongan misterius dalam dirinya untuk menghadirkan taman hiburan tersebut bagi masyarakat.
“Ya, sesungguhnya saya berusaha mengobati trauma masa kecil saya yang menyedihkan dengan menggarap Dufan yang begitu sarat keriangan,” bebernya.
Begitu cintanya Ciputra pada Dufan, hingga ia meminta dibuatkan ruang kantor pribadi di sana. Hampir setiap saat ia datang, hanya untuk sekedar melihat pengunjung tertawa gembira menikmati berbagai wahana yang dibangunnya dengan penuh perjuangan.
“Saya sering menyambangi Dufan dan asyik memperhatikan kegembiraan pengunjung,” tuturnya.
Bagi Ciputra, keberhasilan mewujudkan Dufan adalah sumber syukur yang luar biasa. Tidak hanya karena mimpinya terwujud, tetapi karena ia dan tim berhasil melintasi berbagai kesulitan yang mengiringi proses pembangunan.
“Satu rasa syukur kembali saya rasakan. Betapa indahnya ketika suatu mimpi berhasil dicapai. Dan menjadi lebih indah ketika menyadari bahwa kami bisa merealisasikan itu setelah melintasi banyak kesulitan,” terangnya.
Ia punmenegaskan, impian tidak akan pernah terwujud jika hanya diperlakukan sebagai impian semata.
“Makin sadarlah saya, mengejar impian memang butuh perjuangan. Impian hanya tinggal impian jika kita menganggapnya hanya sebagai Impian,” ujarnya.
Impian Ciputra untuk Ancol
Kawasan Ancol yang kita kenal hari ini sebagai pusat hiburan dan rekreasi terbesar di Indonesia, tidak lahir begitu saja. Di balik kejayaannya, ada mimpi besar dan kegigihan seorang ICiputra yang berhasil mengubah kawasan rawa gelap menjadi destinasi penuh tawa dan kehidupan.
“Ketika menatap jejalan pengunjung yang berkeringat senang di sana, saya membatin, apa jadinya jika dulu saya tidak memperjuangkan pada Ali Sadikin untuk mengerjakan Proyek Ancol? Mungkin, belum tentu kita semua bisa menikmati Ancol yang kita kenal sebagai kawasan rekreasi,” bebernya.
Seiring berjalannya waktu, Ancol terus bertumbuh dan mengikuti perkembangan zaman. Wahana-wahana Dunia Fantasi (Dufan) bertambah, dan tujuan rekreasi di Ancol semakin beragam. Di era 1990-an, mereka membangun Sea World, hasil kolaborasi dengan Lippo Group, yang menghadirkan pengalaman edukasi dan hiburan bawah laut pertama di Indonesia.
Tidak hanya itu, nama badan usaha Ancol pun berubah seiring perkembangan. Di era Gubernur Soerjadi Soedirdja, BP3 Ancol resmi menjadi PT Pembangunan Jaya Ancol, dengan pembagian saham 80% untuk Pemda DKI Jakarta dan 20% untuk Jaya Group.
Namun, semua itu berawal dari sebuah tekad yang muncul ketika Ciputra masih muda. Ia mengingat betul saat pertama kali menyusuri jalan di kawasan Ancol yang kala itu hanyalah hutan rawa gelap dan mencekam.
“Saya teringat saat mobil Jeep saya melintasi jalanan Ancol di depan rimbun hutan rawa yang gelap dan mencekam. Ketika itu, suara hati saya tercetus keras, ‘Akan kubangun kau, kawasan menakutkan’,” ungkap Ciputra.
Dan suara hati itu menjadi nyata. Dengan kerja keras puluhan tahun, mimpi Ciputra terwujud. Ia berhasil mengubah kawasan yang dulunya menakutkan, menjadi taman hiburan, kawasan rekreasi, dan ruang kebahagiaan bagi jutaan orang.
“Dream comes true, walau harus memakan waktu puluhan tahun," tuturnya.
Baca Juga: Kisah Ciputra Mengubah Rimba Ancol Menjadi Ikon Jakarta