Lakukan Pengamatan Tajam terhadap Kinerja Anak Buah

Berkat kisah sang pemimpin GE tersebut, Tahir pun terinspirasi. Karenanya, ia selalu memilih orang yang tepat untuk berbagai posisi di Bank Mayapada. Menurutnya, para direktur dan kepala cabang haruslah orang-orang yang cakap dan berkualitas tinggi.

“Nah, untuk menilai mereka, saya menerapkan metode spontan dan sederhana. Waktu itu saya pernah berkunjung ke kantor cabang di Jawa Tengah. Begitu saya masuk ke kantor kepala cabang, saya melihat ada 5 buah ponsel tergeletak di meja. Saya lantas bertanya, mengapa ia harus memiliki banyak ponsel”,” ujar Tahir.

“Lalu kepala cabang itu pun menjawab, jika kelima ponselnya dipakai untuk untuk urusan-urusan tertentu. Ada yang khusus untuk komunikasi dengan nasabah, rekan kerja, keluarga, keluarga, debitur, katanya. Saya pun tercengang. Saya tak mengatakan sepatah katapun dan meninggal kantornya. Saya pun menghubungi direktur saya dan mengatakan ke dia bahwa jangan menugaskan orang tadi sebagai kepala cabang,” sambung Tahir.

Tahir tak ragu membuat keputusan tersebut. Menurutnya, alasan ia membuat keputusan itu berdasarkan detail sekecil yang dipaparkan sang kepada cabang. Dari pemaparannya soal ponsel tersebut, Tahir pun menarik kesimpulan bahwa orang tersebut tak mampu bertindak sebagai manajer yang baik. Pasalnya, ia membutuhkan 5 ponsel untuk bekerja.

“Itu merupakan indikasi orang yang bermasalah. Jika orang lain dapat bekerja secara efisien dengan satu ponsel, mengapa ia harus menggunakan lima? Detail sekecil ini mencerminkan karakter dan gaya hidupnya,” tegas Tahir.

Terlepas dari itu, Tahir pun mengatakan bahwa ia bisa menilai kompetensi seorang kepala cabang dari cara dia melakukan analisis pinjaman.

Suatu hari, kata Tahir, dirinya pernah menerima seorang kepala cabang yang datang melapor kepadanya bahwa ada calon nasabah yang mengajukan pinjaman sebesar Rp 1 miliar. Omzet sang calon nasabah itu pun diketahui Rp 10 miliar per bulan dan ia memiliki laba stabul 30%.

Saat ditanya oleh sang kepala cabang, Tahir pun dengan tegas menggelengkan kepala, yang berarti ia tak menyetujui permintaan kepala cabang yang hendak memberikan pinjaman kepada calon nasabah itu.

“Saya menatap lekat-lekat dan menggelengkan kepala. Meski dia bilang calon nasabah itu meyakinkan, tapi saya melihat hal aneh. Jika dia memiliki omzet sebulan Rp 10 miliar, dan keuntungan 30% per bulan, berarti dia memiliki pendapatan Rp 3 miliar per bulan. Untuk apa dia pinjam Rp 1 miliar dari bank?,” ungkap Tahir.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir di Tengah Keluarga Riady: Saya Sering Merasa Tak Dianggap

Tahir lantas mengatakan, dari kejadian tersebut ia pun bisa menyimpulkan bahwa ada yang salah dengan kepala cabang tersebut. Sang kepala cabang, kata Tahir, bisa saja berbohong kepadanya atau ia telah ditipu oleh calon nasabah.

Dan bagi Tahir, keduanya sama-sama merugikan tanggung jawabnya sebagai kepala cabang. Lebih buruk lagi, jika kepala cabang itu telah disuap oleh si calon nasabah.

“Saya menggunakan analisis dan logika dalam menjalankan bisnis. Saya mungkin tidak memiliki pengetahuan terperinci tentang cara menjalankan bisnis. Namun dengan belajar dari contoh-contoh global, saya mengasah kepekaan untuk bisa melihat indikasi yang mendasarinya,” tukas Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun mengatakan jika Bank Mayapada juga beroperasi secara efisien karena etika kerja audit yang sangat ketat. Tahir selalu menerapkan analisis yang sangat rinci, efektif, dan efisien dari segi waktu.

“Saya pun selalu berulang kali menekankan kepada bawahan jika kamu mengaudit perusahaan, kamu akan mempelajari kinerja perusahaan tersebut sepanjang tahun. Jika tiba-tiba dalam satu bulan di tahun tersebut kamu menemukan data yang tak biasa yang menunjukan omzet yang luar biasa, kamu harus curiga,” tegas Tahir.

“Prinsip saya adalah memaksimalkan operasi bank dalam waktu sesingkat mungkin untuk mendapatkan yang optimal. Itulah metode yang saya gunakan dalam melakukan analisis Bank Mayapada,” lanjut Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun mengaku, dirinya menggunakan pengamatannya yang tajam terhadap setiap detail yang mencurigakan dalam kinerja orang-orang yang bekerja di Bank Mayapada. Salah satunya adalah dia berbicara dengan salah satu kepala cabang dan bertanya soal berapa banyak anaknya, juga dimana anaknya sekolah.

Ia pun mengaku pernah menemukan jawaban mengejutkan saat bertanya seperti itu kepada salah satu kepala cabang banknya. Tahir bilang, si kepala cabang saat itu memiliki rumah mewah dan anak-anaknya belajar di Amerika Serikat.

Sementara, ia tahu bahwa gaji seorang kepala cabang di Bank Mayapada itu tak mungkin mampu membuat si kepala cabang memiliki rumah mewah dan menyekolahkan anaknya ke luar negeri.

“Itu menimbulkan kecurigaan saya. Gajinya hanya Rp 30 juta. Mungkin saja dia punya sumber pendapatan lain, tapi bagi saya tetap tidak masuk akal. Ia bekerja dari pagi hingga sore di bank. Dan saya pun melakukan penyelidikan terhadapnya dan menemukan bahwa ia menerima suap,” tandas Tahir.

Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir tentang Keajaiban Tuhan dan Para Malaikat dalam Hidupnya