Menganut Prinsip ‘Memilih Orang Tepat untuk Pekerjaan yang Tepat’

Diakui Tahir, dirinya mempertahankan bisnis perbankannya itu dengan jumlah kantor cabang yang sedikit. Alasannya, karena keterbatasan situsasi saat itu yang tidak memungkinkan dirinya untuk mengembangkan usaha dengan mudah.

Kata Tahir, saat itu adalah era pemerintahan Presiden Soeharto, dimana industri perbankan sendiri dikuasai oleh bank-bank berskala raksasa yang mendapatkan fasilitas khusus untuk kekuatan dan keberhasilannya. Sedangkan, bank-bank kecil seperti Bank Mayapada ‘kastanya’ cukup jauh dibandingkan bank-bank raksasa tersebut.

“Bank Mayapada berada cukup jauh dari rindangnya pepohonan besar bank-bank terkemuka. Matahari tidak pernah menyentuh kami karena terhalang oleh dahan-dahan dan ranting bank-bank besar yang tak terhitung jumlahnya,” aku Tahir.

“Hanya bank-bank besar yang sukses tumbuh pesat. Bank-bank kecil seperti Mayapada hanya bisa menunduk dan tumbuh secara bertahap di bahwa kejayaan bank-bank yang lebih unggul,” sambung Tahir.

Meski harus membesarkan Mayapada dengan segala keterbatasan, Tahir mengaku sangat menikmati menjalankan bisnis perbankan. Dia menjalankan bisnis dengan perlahan tapi pasti.

Ia pun tak luput mengirimkan orang kepercayaannya untuk berkeliling meninjau kemungkinan mendirikan kantor cabang di pulau lain, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Mereka pun bergerak sendiri tanpa fasilitas khusus. Mereka hanya mengandalkan yellowpages untuk mencari lokasi dan nomor telepon. Sekarang saya pun mengenang masa-masa itu sebagai bagian dari sejarah manis Bank Mayapada,” tutur Tahir.

Baca Juga: Filosofi Kehidupan Dato Sri Tahir: Bangun Kekuatan dari Dalam Diri Sendiri, Berjuanglah untuk Itu!

Tahir mengaku tak neko-neko dalam membesarkan Bank Mayapada. Meski tak memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang manajemen perbankan, namun Tahir punya prinsip bisnis yang dipegang erat. Dia bilang, prinsipnya mirip dengan prinsip Presiden Soeharto, yakni memilih orang tepat untuk pekerjaan yang tepat.

“Presiden Soeharto itu kan menugaskan Menteri-menteri yang cerdas untuk mengurus kepentingan nasional. Ia belajar banyak hal dari mereka untuk membuat keputusan-keputusan strategis bagi negara,” beber Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun membeberkan kisah saat dirinya berkunjung ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1980-an untuk menyelesaikan pendirikan Magisternya. Saat itu, kata dia, dosen pembimbing Tahir bercerita tentang GE atau General Electric, sebuah perusahaan elektronik besar yang tangguh.

Saat itu, lanjut Tahir, pimpinan perusahaan GE memberikan kesaksiannya tentang penggunaan waktunya. Ia menggunakan 95% waktunya untuk melakukan pembicaraan tidak resmi dengan para eksekutifnya. Sisanya yang 5% ia gunakan untuk mengarahkan perusahaan.

“Mengapa ia menggunakan 95% waktunya hanya untuk berbincang santai dengan para eksekutifnya? Alasannya, karena ia percaya bahwa berdasarkan pembicaraan santai tersebut, sang pimpinan GE tersebut dapat memeriksa apakah ia telah memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat,” beber Tahir.

Baca Juga: Komitmen Dato Sri Tahir Berbakti ke Tanah Kelahiran Surabaya: Semua Saya Lakukan Penuh Sukacita