Soal jajan, Ciputra kecil baru bisa merasakannya justru karena disuruh oleh kakak-kakak kelasnya di sekolah. Mereka kerap memanggilnya, “Hei, Nyong, tolong belikan kacang goreng!” Begitulah caranya bisa ikut menikmati jajanan, meski harus menjadi suruhan.
“Dengan cepat saya menerima uang dan berlari menuju warung. Saya akan mendapatkan upah berupa beberapa kacang goreng. Lumayan. Saya bisa makan jajanan. Bayangkan kalau ada beberapa teman yang minta saya berlari ke warung membeli kacang, maka saya bisa mengunyah banyak kacang goreng,” cerita Ciputra.
Keinginan untuk jajan atau sekadar mencicipi makanan enak kerap menghantui Ciputra kecil. Suatu hari, seorang guru perempuan berkebangsaan Belanda sedang makan roti di depan kelas. Ia tak menghabiskan rotinya, lalu mengacungkan sisa roti itu dan bertanya, “Siapa yang mau sisa roti ini?”
Tanpa ragu, Ciputra pun mengangkat tangan. Rasa lapar dan keinginan menikmati sesuatu yang lezat membuatnya tak peduli. Ia menyantap sisa roti itu dengan lahap. Baginya, rasanya seperti surga.
Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Dua hari kemudian, Tante Sioe dan Ci Tiem memarahi Ciputra habis-habisan. Rupanya, kabar bahwa ia memakan sisa roti sang guru telah sampai ke telinga mereka.
Baca Juga: Awan Mendung dan Ujian Mahaberat Pernikahan Orang Tua Ciputra
"Memalukan! Kamu seperti pengemis saja makan sisa roti orang!" Tante Sioe menjewer telinga saya keras sekali,” kata Pak Ci.
Ciputra mengaku kesal, tetapi di lain sisi ia juga malu dan menyesal. Jika kedua orang tuanya tahu, ia pasti akan dimarahi karena telah mempermalukan keluarganya.
“Rasanya tak enak ketika menyadari ini. Betapa jahanamnya kehidupan saya di masa itu. Bahkan untuk makan pun saya begitu tertekan,” tuturnya.
Lantaran kondisi mentalnya yang cukup tertekan, hal tersebut membuat Ciputra kesulitan menerima pelajaran dengan baik. Ciputra hanya unggul dalam pelajaran berhitung, tetapi tidak dengan bahasa Belanda.
Padahal, sang ayah menitipkannya ke Gorontalo salah satunya dengan alasan agar Ciputra mahir berbahasa Belanda. Namun, Ciputra terlalu malas menghafal bahasa asing yang tidak digunakannya dalam keseharian di rumah.
“Nilai pelajaran bahasa Belanda saya sangat buruk. Akhirnya saya tak naik kelas dari kelas 2 ke kelas 3 SD. Menyedihkan,” kata Ciputra.