Tidak semua detak jantung yang terasa cepat atau tidak teratur berarti gejala biasa. Bahkan, kondisi ini bisa menjadi tanda gangguan irama jantung atau aritmia, yang kerap muncul tiba-tiba, bahkan saat tubuh sedang santai. Hal ini disampaikan dr. Sunu B. Raharjo, Sp.JP(K), PhD, Konsultan Aritmia dari Heartology Cardiovascular Hospital dalam ajang CARES 2025.

Menurut dr. Sunu, banyak pasien datang ke rumah sakit karena keluhan seperti jantung berdebar, pusing, atau bahkan pingsan. Namun, saat dilakukan rekaman jantung lewat EKG, hasilnya justru tampak normal. Ini membuat dokter kesulitan mendiagnosis secara tepat.

Baca Juga: CARES 2025 Hadirkan Dialog Klinis Interaktif, Bahas Kasus Nyata Penanganan Penyakit Jantung

“Sering kali keluhannya muncul setengah jam sebelumnya, tapi begitu pasien sampai rumah sakit, keluhannya sudah hilang. Akhirnya saat EKG, tidak ditemukan apa-apa,” ujar dr. Sunu kepada Olenka pada (02/08/2025).

Untuk itulah, saat ini digunakan metode ambulatory cardiac monitoring atau rekaman irama jantung yang bisa dibawa pulang, seperti Holter Monitor atau alat sejenisnya. Alat ini dapat merekam detak jantung secara terus-menerus selama 24 jam atau lebih, sehingga bila gejala muncul, datanya bisa langsung dianalisis.

“Seperti kita pasang CCTV di jantung. Saat keluhan muncul di rumah atau di jalan, kita bisa lihat langsung detaknya seperti apa,” jelasnya.

Baca Juga: Jaga Jantung dengan Latihan Pagi 10 Menit, Ini Sederet Manfaatnya

Lebih lanjut, dr. Sunu menekankan bahwa aritmia bisa berbahaya karena terjadi secara tiba-tiba tanpa pemicu jelas. Berbeda dengan penyakit jantung koroner yang gejalanya muncul saat aktivitas berat, aritmia justru bisa terjadi saat seseorang sedang santai, misalnya saat duduk menonton televisi atau bahkan tidur.

“Kalau saat aktivitas seperti olahraga, jantung berdetak cepat itu normal. Tapi kalau pas santai, tiduran, nonton drama Korea tiba-tiba deg-degan hebat, itu justru yang harus diwaspadai,” tegasnya.

Smartwatch Bisa Jadi Petunjuk Awal

Menariknya, dr. Sunu juga menyebut bahwa smartwatch dengan fitur deteksi detak jantung atau EKG bisa membantu mendeteksi gangguan aritmia secara dini. Meskipun tidak menggantikan alat medis, data dari smartwatch bisa memberikan gambaran awal.

“Begitu berdebar, pasien bisa langsung rekam dan tunjukkan ke dokter. Ini sangat membantu, terutama pada kasus yang tidak sering muncul,” ungkapnya.

Baca Juga: 5 Kebiasaan 5 Menit ala Dokter AS yang Diam-diam Menjaga Jantung Tetap Sehat

Jantung Terlalu Cepat atau Lambat Sama Berbahayanya

Ia menjelaskan, irama jantung normal berkisar antara 60–100 kali per menit. Jika terlalu cepat (misalnya di atas 150–200 bpm) atau terlalu lambat (kurang dari 50 bpm), keduanya bisa menyebabkan gangguan sirkulasi darah dan suplai oksigen ke otak.

"Kalau detaknya terlalu cepat, pemompaan darah tidak optimal. Kalau terlalu lambat, oksigen ke otak pun bisa berkurang. Ini bisa bikin sempoyongan, bahkan pingsan mendadak,” ujarnya.

Baca Juga: Yayasan Jantung Indonesia Ajak Lawan Hipertensi Lewat Deteksi Dini

Salah satu contoh nyata dari kasus aritmia mendadak ini, lanjut dr. Sunu, pernah terjadi pada atlet profesional. Ia menyinggung kejadian kolapsnya pemain sepak bola Christian Eriksen di lapangan, dan kasus serupa pada atlet bulu tangkis yang meninggal mendadak saat bertanding.

“Jadi penting sekali untuk mengenali detak jantung yang tidak wajar, dan jangan menunggu parah untuk memeriksakannya,” tutup dr. Sunu.