Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mendukung penuh langkah Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak pembayaran utang Whossh menggunakan APBN. Nailul menegaskan, manajerial Whoosh harus dilakukan oleh profesional tanpa melibatkan keuangan negara.
"Mereka harus berupaya untuk mendapatkan untung sehingga bisa membayar utang, walaupun butuh waktu sangat lama untuk bisa untung atau mencapai BEP," ungkap Nailul Huda kepada Olenka, Senin (13/10/2025).
Nailul menilai, Whoosh masih akan merugi dalam jangka waktu yang lama, bahkan bisa mencapai lebih dari 50 tahun. Hal itu disebabkan oleh perencanaan proyek yang tidak matang sejak awal dilaksanakan.
Baca Juga: Purbaya Siap Guyur Lagi Bank Himbara, BRI dan BNI Terdepan Ajukan Permohonan
Jika pemerintah memaksakan diri menggunakan APBN untuk membayar utang Whoosh, jelas Nailul, hal tersebut akan menjadi preseden bagi BUMN lainnya untuk meminta bantuan APBN jika proyeknya tidak lancar.
"BUMN akan membuat proyek yang secara bisnis tidak akan untung karena sudah tahu ada APBN yang bisa diandalkan," lanjutnya.
Selain itu, tegas Nailul, beban APBN pun sudah sangat berat dengan belanja pemerintah yang jumbo seperti program MBG, Koperasi Merah Putih, hingga 3 juta rumah. Semuanya memerlukan dana yang besar.
"Jikalau masuk pembayaran utang Whoosh, saya rasa fiskal kita akan 'sakit'. Tidak ada ruang untuk menstimulus ekonomi ataupun melakukan pembangunan nasional," pungkas Nailul.
Selain itu, Whoosh juga di bawah kendali Danantara yang juga memegang deviden dari BUMN lainnya. Ia menilai, seharusnya proyek Whoosh ini menjadi beban Danantara, bukan APBN pemerintah.
Hal demikian juga yang disampaikan oleh Menkeu Purbaya beberapa waktu lalu. Salah satu pertimbangan penolakan Purbaya yakni dividen BUMN sudah beralih dari APBN menjadi dikelola langsung oleh Danantara. Dengan begitu, Purbaya menilai tak seharusnya utang Whoosh beban APBN.
"Mereka (Danantara) sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita [APBN] lagi," tegas Purbaya pada Jumat (10/10/2025).