PT Phapros Tbk mampu menekan beban usaha perusahaan secara signifikan sepanjang kuartal pertama tahun 2024. Hal tersebut didukung oleh implementasi green business yang terintegrasi dengan mengutamakan standar kualitas produk yang baik.
Plt. Direktur Utama Phapros, Ida Rahmi Kurniasih, menyampaikan bahwa penurunan beban biaya yang substansial ini adalah hasil dari implementasi program keberlanjutan terintegrasi dalam perusahaan sehingga pengelolaan rantai pasokan dan pemasaran produk menjadi lebih efisien. Sepanjang triwulan I 2024, Phapros berhasil menekan sekitar Rp24 miliar pada total beban usaha perusahaan.
"Kami juga berhasil menekan beban produksi secara signifikan mencapai lebih dari 22% dibandingkan realisasi periode yang sama di tahun sebelumnya. Ini merupakan suatu pencapaian bagi Phapros dan merupakan bukti dari komitmen kami untuk menghasilkan dampak positif bagi perusahaan dan juga lingkungan," ungkapnya, dilansir pada Senin, 6 Mei 2024.
Baca Juga: Langkah Antisipatif Erick Thohir Siapkan BUMN Hadapi Gejolak Ekonomi-Geopolitik Global
Ia menambahkan, meski kinerja perusahaan masih mengalami tekanan pada awal tahun ini, Phapros berkomitmen untuk melakukan perbaikan fundamental bisnis, baik dari aspek operasional maupun finansial. Manajemen meyakini momen di triwulan I 2024 ini adalah langkah awal untuk melompat menuju pertumbuhan signifikan ke depannya. Hal ini dibuktikan dengan cashflow perusahaan yang tetap positif hingga saat ini, serta adanya perbaikan dari sisi biaya.
"Kami optimis atas perolehan sepanjang tahun 2024 ini. Kami secara internal telah menyiapkan beberapa strategi demi terciptanya keunggulan pabrikasi, keunggulan operasional dan keunggulan pemasaran, yang didukung dengan digitalisasi di semua lini dan berbasis pada konsep environment, sustainability dan governance," tambahnya.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, mengapresiasi langkah perusahaan yang mengusung kebijakan energi bersih. Menurutnya, salah satu isu yang mengemuka adalah isu perusakan hilirisasi industri yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan dalam jangka menengah dan panjang.
"Kita ketahui bersama, daerah-daerah pertambangan seperti nikel ternyata mengalami kenaikan kemiskinan dan ketimpangan. Kemudian untuk desa-desa dengan ketergantungan sektor tambang mempunyai masalah dari mulai ketersediaan pendidikan, kesehatan, terutama ekologi," ungkapnya.
Kemudian, tambahnya, soal penggunaan batubara yang harus dikurangi terutama untuk pembangkit listrik. Kehadiran PLTU selama ini sudah menyebabkan kerugian lingkungan yang cukup signifikan. Dampak turunannya adalah pengembangan EBT juga akan terhambat karena insentif EBT masih relatif kecil.
"Maka jika ada perusahaan, baik negara atau swasta, yang ingin menggunakan energi bersih dalam operasional mereka, itu sangat bagus sekali. Sebuah kebijakan perusahaan yang patut ditiru," tegasnya lagi.