PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (Saratoga, kode saham: SRTG) berhasil mencatatkan arus kas sebesar Rp2,5 triliun dari dividen dan monetisasi portofolio investasi perusahaan sepanjang semester I-2024. Perusahaan secara aktif terus mengoptimalkan peluang investasi di sektor-sektor strategis yang memiliki prospek pertumbuhan bisnis dalam jangka panjang.
Direktur Investasi Saratoga, Devin Wirawan, menjelaskan, salah satu investasi penting perusahaan selama semester I-2024 dilakukan di sektor kesehatan melalui akuisisi mayoritas saham Brawijaya Healthcare (Brawijaya), jaringan rumah sakit umum terkemuka di Indonesia.
Baca Juga: Bagikan Dividen Rp298,43 Miliar, Saratoga Investama Ungkap Strategi Investasi di Sektor Healthcare
"Kami meyakini Brawijaya memiliki fundamental kuat untuk terus bertumbuh dan memperluas jaringan rumah sakitnya di Indonesia. Saat ini, Brawijaya telah memiliki dan mengoperasikan lima rumah sakit dan dua klinik yang tersebar di wiliayah Jakarta, Depok, Bandung, dan Tangerang," ungkap Devin dalam keterangan resminya di Jakarta, dikutip Senin (2/8/2024).
Brawijaya berfokus pada pengembangan Centers of Excellence seperti BraveHeart yang merupakan salah satu pusat layanan kardiovaskular terbaik di Indonesia. BraveHeart memiliki tim dokter subspesialis, termasuk ahli dalam bedah, intervensi koroner, jantung anak, cardiac imaging, penggantian katub jantung tanpa operasi, elektrofisiologi, dan terapi pacu jantung. Tim BraveHeart dipimpin oleh seorang kardiolog senior, yaitu Dr. dr. Muhammad Yamin, Sp.JP (K), Sp.PD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS.
Menurut Devin, BraveHeart dilengkapi dengan teknologi canggih seperti Hybrid Operating Theatre. Fasilitas modern ini memungkinkan tindakan bedah dan intervensi nonbedah dilakukan secara bersamaan pada satu pasien dengan kondisi medis tertentu.
Selain sektor kesehatan, Saratoga akan terus mengembangkan investasinya pada infrastruktur digital seperti Bersama Digital Data Centres (BDDC), penyedia pusat data dalam kota (in-town data centre) dengan interkonektivitas dan sistem digital terintegrasi. BDDC baru saja meresmikan pusat data (data centre) yang kedua, yakni JST1 di Jakarta Timur.
JST1 merupakan fasilitas data centre dengan standar Tier IV yang dapat menampung 1.008 rak dalam 8 lantai ruang data. Data centre ini dilengkapi sumber kelistrikan ganda dan solusi komprehensif dalam satu platform BDDC. Solusi ini dapat menunjang kebutuhan penyimpanan data dengan kualitas operasional yang baik serta pertukaran data dengan latensi rendah dan kinerja tinggi.
Keberadaan JST1 akan melengkapi data centre JBT1 di Jakarta Barat yang sebelumnya telah beroperasi. Ke depan, BDDC menargetkan pengembangan kapasitas JST1 hingga 32 MW dan JBT1 hingga 30 MW. Peresmian JST1 sekaligus membuktikan komitmen tinggi BDDC dalam memberikan layanan infrastruktur digital kepada pelaku industri lokal maupun global untuk mendukung kemajuan dan peningkatan kualitas teknologi digital di Indonesia.
Menurut Devin, potensi sektor infrastruktur digital di Indonesia masih sangat besar. Saratoga akan terus mengoptimalkan setiap peluang dan berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan investasi pada sektor-sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara, salah satunya dengan memperkuat investasi portofolio yang sudah ada dan meningkatkan investasi pada perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan berkelanjutan," ungkapnya.
Direktur Keuangan Saratoga, Lany D. Wong, menambahkan, di tengah kondisi pasar dan ekonomi global yang dinamis, Saratoga mampu mempertahankan kinerja keuangan yang positif. Perusahaan berhasil mencatatkan Net Aset Value (NAV) sebesar Rp49,4 triliun pada semester I-2024, atau tumbuh 4% secara kuartal (QoQ) dibandingkan kuartal I-2024 sebesar Rp47,5 triliun. Perolehan NAV ini terutama didukung kinerja positif dan kenaikan harga saham portofolio seperti PT Adaro Energi Indonesia Tbk. (ADRO) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), serta pertumbuhan dari portofolio perusahaan nonpublik.
Saratoga juga berhasil menurunkan hampir separuh dari posisi utang bersih di akhir semester I-2024 menjadi Rp449 miliar, dibandingkan kuartal I-2024 sebesar Rp885 miliar. Selain itu, perusahaan mampu mempertahankan rasio biaya dan utang tetap pada level yang sehat. Biaya operasional terhadap NAV dan loan-to-value masing-masing sebesar 0,6% dan 0,7% dari sebelumnya 0,5% dan 1,1% di semester I-2023.
"Hal ini mencerminkan bahwa portofolio investasi kami memiliki kinerja yang solid serta keberhasilan manajemen dalam mengeksekusi setiap strategi investasi secara optimal," tutup Lany.