“Dari sana, kita ini bertekad ya, orangtua sudah tua dan saya mau nggak mau harus rajin untuk bekerja. Timbullah kita buka warung sampai umur 34 tahun, (buka warung setiap hari) sampai hari Minggu juga buka,” tutur pria berusia 74 tahun itu. 

Diungkap Djoko, hanya ada satu hari di mana ia memutuskan untuk menutup warung dan libur berdagang. Di mana, tak lain adalah saat hari pernikahannya dengan sang istri pada 30 September 1973. Itu pun masih mendapatkan komplain dari pelanggannya.

“1 Oktober (sehari setelahnya), Saya sudah digedor sama langganan, 'lu buka (warung) dong, masa mau enaknya aja'. Nggak ada honeymoon itu, honeymoon-nya satu hari waktu pesta,” selorohnya.

Singkat cerita, Djoko akhirnya bertemu dengan sosok Putera Sampoerna pada 1980. Kerap kongkow bareng, Djoko mengaku diajak Putera untuk merintis usaha Alfa Toko Gudang Rabat pada 1989.

Baca Juga: Kisah Kakek Armand Hartono Jadi Tawanan Jepang: Temukan Titik Balik di Pengasingan

Pertemuan itu lah yang menjadi cikal bakal Alfamart dibentuk dan didirikan. Namun sebelumnya, Djoko sempat bekerja di Sampoerna sebagai direktur bisnis. Hingga pada 1999, muncul ide untuk membuka Alfamart.

“Karena kita pikir, memang Alfamart atau ritel itu lebih mendekat kepada konsumen, kita bisa mendekat kepada masyarakat dan kebutuhan untuk penjualan rokok-rokok,” ujar Djoko.

Beberapa tahun setelahnya, Djoko berkesempatan untuk mendapatkan buyback saat Sampoerna dijual ke Philip Morris pada 2005 silam. Momen tersebut dimanfaatkan Djoko, mengingat Philip Morris bukan dalam bidangnya membuka toko ritel.

“Di sinilah yang saya tekankan, tanpa ada Putera Sampoerna, saya tidak punya Alfamart. Jadi Pak Putera ini merupakan bos, dewa penolong. Setelah itu timbul bahwa kalau kita ke depan ingin lebih maju,  kita harus memiliki jaringan distribusi,” tukasnya.