Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) periode 2009–2014, Ignasius Jonan, membagikan kisah di balik transformasi fasilitas toilet kereta api yang dulu dikenal jorok hingga kini menjadi ramah lingkungan. Dalam sebuah acara bincang publik, Jonan mengenang tantangan awal yang ia hadapi, termasuk perlawanan internal dan harga tinggi dari pihak rekanan.

“Dulu kalau buang air di toilet kereta, ya langsung jatuh ke tanah. Saya tanya, kenapa gak bisa diubah? Jawabannya: dari dulu juga begitu," kenang Jonan.

Kondisi tersebut memicu tekad Jonan untuk melakukan perubahan. Ia lantas menghubungi PT Industri Kereta Api (INKA) di Madiun dan menantang mereka untuk membuat prototipe toilet ramah lingkungan dengan sistem pengolahan limbah berbasis bakteri.

Baca Juga: Modal Besar Jonan Sukses Ubah Wajah Perkeretaapian Indonesia: Pemimpin Harus Tegas!

Prototipe berhasil dibuat dalam enam bulan. Namun, harga yang diajukan dinilai tak masuk akal.

“Satu toilet ditawarkan Rp500 juta. Saya bilang, masa harga satu toilet sama dengan dua mobil Kijang?” terangnya.

Ketika negosiasi harga tak membuahkan hasil signifikan, Jonan pun memutuskan untuk membentuk tim internal kecil di KAI.

Baca Juga: Cerita Ignasius Jonan Totalitas Pimpin PT KAI

Dengan dukungan staf seperti Rono Pradipto dari Pusat Keselamatan, tim tersebut melakukan riset mandiri selama tiga bulan. Hasilnya, toilet ramah lingkungan versi internal KAI bisa diwujudkan dengan biaya jauh lebih rendah.

“Kami akhirnya bisa produksi dan pasang 3.000 toilet hanya dalam enam bulan. Biayanya? Satu toilet cuma Rp12 juta,” ungkap Jonan.

Baca Juga: Cara Jonan Mengelola Karyawan Milenial di KAI

Transformasi besar ini tidak hanya mencerminkan efisiensi anggaran, tetapi juga semangat perubahan di tubuh BUMN yang kerap dianggap lamban dan kaku. Langkah Jonan ini menjadi contoh nyata bahwa inovasi dan kemauan untuk berubah bisa memberikan dampak nyata bagi layanan publik.

Toilet-toilet modern itu kini telah menggantikan sistem lama yang mencemari lingkungan. Dan semua itu bermula dari keteguhan seorang pemimpin yang ingin adanya perbaikan.