Hangatnya Tahun Pertama Pernikahan

Diakui Ciputra, tahun pertama pernikahannya adalah tahun yang penuh warna, bukan oleh kemewahan, tapi oleh cinta, kesederhanaan, dan kerja keras yang menyatu dalam harmoni. Di tengah keterbatasan, ia pun menemukan makna hidup yang sesungguhnya, yakni kebersamaan yang tulus dan semangat membangun masa depan dari nol.

Dee, sang istri, dengan cepat mampu beradaptasi. Ia luwes dan mandiri, tidak lagi canggung menjalani kehidupan di kota ini. Waktunya pun diisi dengan kegiatan bermanfaat, menjaga rumah tangga, dan menikmati ritme hidup sederhana.

“Kami melewati masa indah perkawinan di tahun pertama. Kesederhanaan, cinta kasih, dan kerja menjadi pewarna hidup yang menonjol. Dee dengan luwes mampu menyibukkan diri. Ia sudah tak canggung lagi di kota ini,” ujar Ciputra.

Tak hanya itu, sambung CIputra, sesekali ia pun meluangkan waktu bermain tenis bersama temannya, Brasali, dengan sepatu yang bolak-balik ia perbaiki karena jebol. Tapi, Ciputra mengaku tidak malu. Yang penting dirinya bisa berolahraga, bisa melepas penat sejenak dari kesibukan kuliah dan kerja.

“Kadang saya pergi bermain tenis bersama Brasali. Sepatu saya, lagi-lagi, bolak-balik diperbaiki karena jebol. Saya tidak malu sama sekali. Yang penting saya bisa berolahraga,” tukasnya.

Dijelaskan Ciputra, tahun 1955 menjadi babak baru dalam hidup dia. Putri pertamanya yang dinamai Rina lahir di sebuah klinik bersalin kecil di Bandung. Bayi perempuan mungil itu hadir dengan hidung bangir dan garis wajah yang begitu menyerupai dirinya. Sukacita pun meluap dalam hati Ciputra dan istri.

“Bayi cantik ini menghangatkan rumah mungil kami. Dee memutuskan cuti sementara untuk mengasuh dan membesarkan Rina. Kemudian setelah Rina bisa berjalan dan kami sanggup menggaji pengasuh, Dee kembali bekerja,” terang Ciputra.

Saat itu, kata Ciputra, Rina tumbuh menjadi anak yang lincah, ceria, dan tidak rewel. Seakan ia tahu, kedua orang tuanya harus membagi waktu untuk mencari nafkah. Tak pernah sekalipun ia menyusahkan orang tuanya. Justru kehadirannya menjadi penguat yang membuat Ciputra terus melangkah.

“Rina tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat lincah dan tidak rewel. la sepertinya paham kedua orangtuanya sibuk bekerja. Anak itu tak pernah menyusahkan kami,” tukas Ciputra.

Dengan adanya Rina, rumah kontrakan Ciputra yang sederhana pun berubah menjadi istana kecil yang hangat. Saat itu, Ciputra pun mulai menikmati hidup dengan caranya sendiri. Di tengah semua kebahagiaan kecil itu, Ciputra mulai berpikir tentang sang Ibu yang jauh di kampung halamannya. Ia pun ingin suatu hari nanti, sang Ibunda bisa merasakan hangatnya rumah yang ia bangun dengan kerja keras dan cinta.

“Tuhan begitu baik, ada saja rezeki untuk memenuhi kebutuhan kami. Susu dan makanan baik untuk Rina, dan juga uang untuk sesekali pelesir di wilayah Bandung. Saat itu mulai terpikir oleh saya, kapan saya bisa menjemput Mama,” paparnya.

Baca Juga: Bandung, Dee, dan Pernikahan Tanpa Pesta: Romansa Ir. Ciputra yang Tak Banyak Diketahui