Pertumbuhan ekonomi di bawah target dan masih berlangsungnya pelemahan daya beli masyarakat, meningkatkan kekhawatiran akan prospek e-commerce ke depan. Dengan segala tantangan yang ada, masihkan relevan memanfaatkan e-commerce untuk mengembangkan bisnis?

Transaksi daring di Indonesia lewat e-dagang atau e-commerce mengalami pelonjakan sangat pesat dari tahun ke tahun. Menurut catatan Bank Indonesia (BI), transaksi e-commerce pada tahun 2019 sebesar Rp205,5 triliun. Kemudian naik sebesar 29,6% pada tahun 2020 menjadi Rp266,3 triliun.

Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2021 yang mencatat total transaksi senilai Rp401,1 triliun (+50,7%) dan Rp476,3 triliun (+18,7%) pada tahun 2022. Sayangnya, tren tersebut berubah negatif pada tahun 2023 yang mencatat transaksi sebesar Rp453,75 triliun (-4,7%). Meski begitu, transkasi e-commerce kembali naik pada tahun 2024 menjadi sebesar Rp487,01 triliun (+7,3%).

Pemerintah, lewat Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), menerangkan bahwa gross merchandise value (GMV) nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksi tetap positif pada tahun 2025-2030. Diperkirakan, GMV nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$130 miliar pada tahun 2025, naik 44,44% dari tahun 2024 sebesar US$90 miliar.

Disampaikan Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kemenkomdigi, Raden Wijaya Kusumawardhana, penyumbang terbesar nilai ekonomi digital Indonesia berasal dari e-commerce yang mencapai 72% sepanjang 2024.

Sejalan dengan data di atas, Tim Komunikasi dan Digital Kadin Indonesia, Norman Sasono, mengatakan pihaknya masih melihat tingginya potensi bisnis lewat e-commerce. Kadin Indonesia juga memperkirakan adanya potensi US$145 miliar GMV dari ekonomi digital Tanah Air.

"Tahun ini cukup menantang, tapi kami optimistis terhadap peluang ekonomi digital. Ada US$145 miliar GMV, artinya potensi besar sekali. Bicara kolaborasi, perlu ada kerja sama dari sisi industri, akademisi, serta pemerintah untuk memanfaatkan peluang ini. Dari sisi industri, pelaku usaha, startup, maupun UMKM, caranya adalah dengan mengadopsi kanal digital dalam menjalankan bisnis. Misalnya, UMKM bisa masuk ke platform e-commerce," ujar Norman Sasono kepada Olenka di Jakarta, belum lama ini.

Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengingatkan kepada para pelaku UMKM yang ingin masuk ke platform e-commerce untuk meningkatkan literasi digital. Hal tersebut karena adanya kompleksitas dalam menjalankan bisnis lewat e-commerce.

"E-commerce masih memiliki potensi untuk berkembang. Namun, UMKM tidak perlu terburu-buru memasarkan bisnisnya lewat e-commerce, harus ada langkah-langkah yang diikuti. Pertama, UMKM menuju digitalisasi dengan menggunakan pesan instan karena pesan instan ini jauh lebih mudah dibanding dengan masuk langsung ke e-commerce," katanya kepada redaksi Olenka di Kantor Celios, Menteng, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Selanjutnya, jika UMKM sudah mahir menggunakan pesan instan maka mereka bisa menggunakan media sosial karena jangkauannya lebih luas dibandingkan dengan pesan instan.

"Baru ketika sudah memahami seluk-beluk di internet, saya rasa mereka bisa mengembangkan dengan masuk ke e-commerce," ujar Huda.

Butuh Persiapan Matang

Salah satu pelaku UMKM batik premium yang fokus pada batik Madura, Suci Wijayanti, mengakui mahalnya biaya untuk memasuki ruang digital. Dalam memasarkan produknya, pelaku UMKM perlu menyiapkan foto maupun video yang merepresentasikan produk tersebut. Apalagi, Suci memasarkan batik tulis yang mempunyai karakteristik pada setiap produknya sehingga satu foto hanya merepresentasikan satu produk.

"Di ranah offline, ada biaya bayar karyawan, mungkin sewa lapak, dan lain sebagainya. Nah di ranah digital, ada biaya produksi yang tidak ada di dunia offline. Ada cost produksi untuk fotografi: foto dan video yang merepresentasikan produk itu sendiri. Untuk membangun persepsi dari brand kami seperti apa. Bayar model, mungkin public figure, lalu take video di lokasi yang premium," kata Suci kepada redaksi Olenka saat ditemui di kediamannya, Jakarta, Minggu (18/5/2025).

Bukan sekadar menjual produk, Batik Sakera membawa misi untuk menyebarkan makna batik yang sebenarnya. Dalam penjelasannya, Suci menerangkan bahwa batik merupakan proses pembuatan kain yang menggunakan canting tulis, canting cap, dan lilin malam panas sebagai perintang warna. Tanpa adanya penggunaan lilin malam, sebuah kain tidak bisa disebut sebagai batik. Apalagi, batik Madura menyimpan sejarah yang panjang sejak era kerajaan di Indonesia.

"Potensi Batik Madura ini sangat bagus karena masih memegang tradisionalitas proses pembuatan. Tidak ada industri yang mengubah proses dari tradisional itu sehingga layak untuk dipublikasikan. Selain itu, ada ruh sejarah dari Batik Madura. Kerajaannya pun masih ada sampai sekarang. Dia punya root of history dan pengrajinnya banyak. Satu desa saja bisa ada tujuh ratus sampai delapan ratus pengrajin, sedangkan Madura memiliki empat kabupaten yang di setiap kabupatennya ada desa pengrajin," ungkapnya.

Ke depan, Suci bertekad untuk mengoptimalisasi peran digital, terutama e-commerce, bagi perkembangan bisnis Batik Sakera. Strategi utama yang ingin diambilnya adalah dengan menyiapkan produk khusus yang akan dipasarkan lewat e-commerce. Dengan demikian, terdapat diferensiasi produk yang dipasarkan secara luring dan daring.

"Untuk masuk dunia digital, persiapannya memang sudah harus matang karena kami mau membangun brand bahwa Batik Sakera hanya menjual batik tulis. Kami bukan hanya menjual produk," tegasnya.

Dia berharap, e-commerce dapat memberikan dukungan bagi produk lokal yang berkualitas baik. Suci juga melihat besarnya pengaruh e-commerce dalam pemasaran produk UMKM. "E-commerce punya power untuk meng-expose lebih luas lagi produk Indonesia, produk lokal. Saya berharap e-commerce ikut mempromosikan produk UMKM dengan membuka kolaborasi. Selain itu, e-commerce juga bisa berperan dalam edukasi tentang produk lokal itu," harapnya.

Komitmen Shopee

Sebagai salah satu e-commerce besar di Indonesia, Shopee memastikan komitmen mereka untuk ikut mengembangkan UMKM di Indonesia. Berbagai program unggulan disiapkan Shopee bagi UMKM, seperti Program Sukses UMKM Baru yang memberikan dukungan gratis bagi pengusaha UMKM pemula; pelatihan gratis bagi UMKM melalui Kampus UMKM Shopee-Kelas Online hingga Program Ekspor Shopee.

"Kami berkomitmen untuk terus menjadi kawan dalam setiap perjalanan UMKM bertumbuh dan meraih kesuksesan. Ke depannya, Shopee akan terus berupaya menghadirkan berbagai inovasi, program, dan fitur yang dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan UMKM dan produk lokal, ekonomi lokal, serta membangun ekosistem e-commerce yang lebih positif," tegas Direktur Eksekutif Shopee Indonesia, Christin Djuarto.

Sementara itu, riset INDEF pada 2023 lalu menunjukkan dominasi Shopee sebagai platform penjualan daring di Indonesia. Shopee menempati posisi pertama sebagai aplikasi yang paling banyak digunakan UMKM dengan persentase sebesar 36,22%; diikuti oleh Facebook Marketplace sebesar 18,50%; serta online food delivery seperti GoFood, GrabFood, termasuk ShopeeFood, di posisi selanjutnya sebesar 16,93%.