Bagaimana Cara Mengatasinya?
Menurut Moss, salah satu cara terbaik untuk melawan produktivitas yang beracun adalah dengan menambahkan istirahat ke dalam daftar tugas harian. Bukan sembarang istirahat, tapi istirahat yang produktif.
“Istirahat itu justru membantu kita menyelesaikan lebih banyak hal,” kata Moss. Ia mendorong siapa pun untuk mulai melihat istirahat bukan sebagai kemunduran, melainkan sebagai strategi yang bermanfaat.
Moss mengutip konsep “7 Jenis Istirahat” yang diperkenalkan oleh Dr. Saundra Dalton-Smith dalam bukunya Sacred Rest. Menurut Dalton-Smith, istirahat bukan cuma soal tidur, tapi juga mencakup berbagai aspek yang membantu tubuh dan pikiran benar-benar pulih:
- Istirahat fisik, seperti tidur berkualitas atau melakukan peregangan
- Istirahat mental, dengan cara menjauh sejenak dari beban pikiran
- Istirahat emosional, melalui ekspresi perasaan dan berhenti jadi people pleaser
- Istirahat kreatif, seperti menikmati seni, alam, atau hobi
- Istirahat sosial, bersama orang-orang yang memberi energi positif
- Istirahat spiritual, lewat doa, meditasi, atau refleksi diri
- Istirahat sensorik, menjauh dari layar dan kebisingan digital
Baca Juga: 5 Cara Efektif Memprioritaskan Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja yang Toxic
Dan kalau kamu masih ragu soal manfaatnya, data juga bicara. Studi dari Ernst & Young menunjukkan bahwa setiap tambahan 10 jam waktu liburan yang digunakan karyawan bisa meningkatkan performa kerja mereka hingga 8% di akhir tahun.
Jadi, daripada makan siang sambil menatap layar, mungkin sekarang saatnya mencoba keluar sebentar, berjalan kaki, atau menikmati makanan di ruang terbuka—karena ternyata, hal ini bisa menjadi bahan bakar untuk kreativitasmu juga.
“Lihatlah betapa lebih efektif dan efisiennya kita dengan beristirahat. Jika kita mendapatkan jenis istirahat yang produktif ini, kita cenderung akan mencapai tujuan tepat waktu, menjadi lebih efisien [dan] membuat lebih sedikit kesalahan,” tukasnya.