Kartika Soeminar, seorang NPD (Narcissistic Personality Disorder) abuse survivor baru saja meluncurkan buku yang berjudul Broken But Unbroken. Karya perdananya ini memuat kisah perjalanan hidup Kartika selama 23 tahun berdampingan dengan pasangan yang mengidap NPD.

Selain menuangkan kisahnya, dalam bukunya ini Kartika juga ingin mengedukasi masyarakat tentang bahayanya menjadi "supply" pengidap NPD. Ia ingin masyarakat lebih memahami tanda-tanda serta perilaku sebenarnya para narsistik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

"Melalui buku ini, saya ingin berbagi edukasi untuk memahami lebih lanjut tentang NPD dan dampaknya bagi kesehatan mental orang di sekitarnya. Semoga buku ini dapat memberi kekuatan dan harapan bagi pembaca yang sedang berjuang untuk pulih,” ujar Kartika dalam peluncuran buku Broken But Unbroken pada Sabtu (26/10/2024) di Jakarta Selatan.

Tak hanya itu, ibu dari satu anak ini juga mengungkapkan bahwa menulis buku menjadi "pengobat" trauma dan juga bentuk healingnya. Ia merasa "lega" setelah mampu menuangkan kesakitannya dalam sebuah tulisan.

"Menulis buku ini juga menjadi bentuk healing saya. Walaupun butuh perjuangan yang ekstra ya untuk menulisnya, karena harus mengorek kembali kenangan yang gak pernah mau saya ingat atau bahkan ulang kembali," ujarnya kepada Olenka.

Baca Juga: 6 Gejala ‘Halus’ yang Ada pada Orang dengan Gangguan Kepribadian Narsistik atau NPD

Kartika Soeminar telah berjuang melawan depresi selama 23 tahun akibat perlakuan abusive dari seorang dengan gejala NPD. Berdasarkan kisah hidupnya, Kartika bekerja sama dengan Komunitas Emak Blogger (KEB) membagikan pengalamannya dalam sebuah kampanye #BrokenButUnbroken sejak April 2024.

Tujuan dari kampanye ini adalah meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang pentingnya memahami dan mengatasi gangguan narsistik. Kampanye ini telah dilaksanakan di 7 kota besar, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Denpasar. Memasuki puncak kampanye ini, Kartika Soeminar mengungkapkan seluruh kisah dan perjalanannya dalam buku berjudul Broken But Unbroken.

“Hidup berdampingan dengan seorang NPD bisa merusak kesehatan mental apabila tidak memiliki support system dan kesadaran yang cukup," bebernya.

Turut hadir sebagai narasumber, Dra. Prabowatie Tjondronegoro, psikolog senior mengatakan,  pengidap NPD cenderung krisis empati terhadap lingkungan sekitar akibat pola pengasuhan masa kecil yang terlalu sering dipuji. Kekerasan psikologis yang dilakukan pengidap NPD kepada orang di sekitarnya akan meninggalkan jejak luka dan trauma yang cukup serius.

Baca Juga: 7 Audiobooks untuk Memahami Pentingnya Kesehatan Mental

“Para korban ada kecenderungan menyalahkan diri sendiri (self-blaming). Kalau dia bertahan maka resikonya mental hancur. Sementara, jika dia meninggalkan pasangannya yang NPD, korban akan takut dengan komentar orang lain karena khawatir dicap sebagai pasangan yang buruk,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dra. Prabowatie menjelaskan bahwa NPD merupakan gangguan kepribadian yang pengidapnya sering kali merasa lebih baik drai orang lain. Sehingga, membuat orang-orang di sekitarnya merasa harus memuji dan mengaguminya.

“Gejala obsesi kompulsif sangat melekat pada NPD di antaranya manipulatif dan butuh dikagumi. Hal ini karena lingkungan masa kecil tidak mendidiknya bahwa dia bisa saja salah. Bedanya dengan narsisme biasa, NPD cenderung tidak sadar kalau dirinya memiliki ciri-ciri itu,” ungkapnya.

Walaupun bukan penyakit mental menular, pengidap gangguan kepribadian narsistik ini perlu diwaspadai. Kesadaran akan gejala-gejala yang mungkin bisa timbul dari pengidapnya harus kita ketahui. Para korban NPD disarankan segera melakukan observasi dan konseling kepada ahli jika dirinya sudah pada tahap depresi dan tertekan secar psikologis. Umumnya, ahli akan menyarankan pemulihan trauma melalui metode psikoterapi, hypnoterapi, self-healing, hingga family therapy.

Baca Juga: 5 ‘Hari Kesehatan’ versi Psikolog yang Wajib Ada di Kalender: Langkah Sederhana Demi Mental Lebih Sehat!

Di Indonesia sendiri edukasi mengenai kesehatan mental, utamanya gangguan NPD masih cukup terbatas. Oleh karenanya, dengan diluncurkannya buku ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat lebih komprehensif dalam mengenali gejala NPD, meningkatkan kesadaran mengenai NPD di kalangan kaum perempuan hingga proses melepaskan diri dari orang dengan NPD.

Melalui buku ini, Kartika mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari gerakan perubahan menuju generasi masa depan yang lebih berwawasan, kuat, tangguh dan mencintai diri sendiri.