Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Agus Zainal Arifin mengatakan program sekolah rakyat membatasi penerimaan siswa yang masuk kategori miskin ekstrem yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Agus berharap program ini tepat sasaran.

“Murid yang belajar di sini dibatasi, hanya dari keluarga miskin ekstrem atau desil 1 dan 2,” ujar Agus Zainal Arifin dalam rapat Komisi IX DPR RI pada Senin (19/5/2025).

Baca Juga: Anak Buah Kesang Soal Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi: Saya Bukannya Pasang Badan, tapi Saya Sedih

Karena persyaratannya sudah jelas, sekolah ini tidak menerapkan persyaratan tes akademik.  Bahkan, siswa dengan tingkat kecerdasan rendah tetap akan diterima. Intinya mereka yang terdata dalam DKTS sudah bisa mendaftar dan masuk ke sekolah ini.

“Kalaupun intelligence quotient (IQ) 80 masih bisa diterima,” tegasnya.  

Terkait tenaga pendidik, Agus menyebutkan sekolah rakyat akan diisi oleh para Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), dan guru tambahan jika jumlah tenaga pendidik masih belum cukup.

Lebih lanjut, ia menyampaikan pemerintah menargetkan pengadaan 514 sekolah rakyat dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam lima tahun ke depan melalui kombinasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan kontribusi swasta.

“100 sekolah rakyat dikelola APBN, 100 lagi dukungan swasta. Minimal 100 sekolah rakyat dibangun setiap tahun,” lanjut Agus.  

Saat ini, menurut Agus, sebanyak 63 Sekolah Rakyat telah siap beroperasi dalam waktu dekat. Sekolah-sekolah tersebut tersebar di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, hingga Papua.

Baca Juga: Menteri Erick Beber Tujuan Prabowo Bentuk Kopdes Merah Putih

“Per 12 Mei, ada 63 titik sekolah rakyat yang bisa beroperasi pada pertengahan Juli. Sisanya akan menyusul tahun depan,” tutup Agus.