Maestro Properti Indonesia Ciputra ditempah kondisi hidup yang sangat keras, kehidupan keluarga Ciputra dengan kondisi ekonomi yang payah di masa lampau membentuk dirinya menjadi pemuda yang tak mudah menyerah, tekadnya sudah bulat: mengubah kondisi hidup keluarga. 

Setelah menuntaskan studinya di Manado, Ciputra tak mau pulang kampung dengan mengantongi ijazah SMA sebagai modal mencari kerja sebagai pegawai biasa, ia ingin terus berlari mengejar impian menjadi seorang arsitektur, itu adalah profesi yang telah lama ia dambakan, dia yakin betul lewat profesi ini dirinya bisa membawa keluarganya keluar dari himpitan masalah ekonomi.  

Baca Juga: Ciputra dan Cinta Pertama: Kisah Pertemuan Dramatis dengan Dian Sumelar

“Sudah tak cukup lagi saya sekolah sampai di SMA, lalu kembali ke kampung membantu Mama, atau menjadi pegawai di Manado, atau mengurus kebun. Saya ingin terbang. Khayalan saya akan masa depan telah begitu hebat menerjang, bahkan melewati kesadaran saya akan keadaan,” kata Ciputra dilansir Olenka.id Selasa (17/5/2025).

“Saya tak bisa lagi menghentikan arus semangat yang sedemikian dahsyat. Kehendak untuk meraih mimpi! Sepanjang mengarungi SMA di Manado, batin saya semakin dipenuhi oleh kehendak untuk maju dan maju lagi,” tambahnya 

Kendati datang dari keluarga biasa saja dengan kondisi  ekonomi pas-pasan, tetapi Ciputra sama sekali tak takut bermimpi, cita-citanya ia biarkan tergantung  dilangit. 

Tak  ada gengsi toh Ia sudah mendapat akses pendidikan yang setara dengan anak-anak orang kaya sewaktu duduk di SMA di Manado, semangatnya mengejar cita-cita terus  menyala-nyala. 

“Jadi, kenapa saya harus menghentikan impian dan berpuas dengan ijazah SMA? Kuliah dan menjadi arsitek! Itulah mimpi saya,” imbuhnya. 

Cita-cita menjadi arsitektur bukan mimpi kosong, Ciputra tentu sudah menakar kemampuannya, sejak kecil ia memang pandai matematika, ia juga sangat tertarik dengan berbagai bentuk bangunan, model angunan yang tak pas baginya diam-diam ia kritik dalam hati. 

Ciputra percaya diri, ia mampu merengkuh cita-citanya itu dengan modal pengetahuannya, semangatnya semakin menggelora untuk meraih mimpi tersebut ketika mendengar informasi bahwa pemerintah Indonesia bakal membangun banyak kota modern pasca kemerdekaan. 

Baca Juga: Jejak Perjuangan Masa Muda Ir. Ciputra: Dari Gorontalo Menuju Jawa Menembus Batas Nasib

“Khayalan saya sudah merajalela. Betapa hebatnya bila si Tjien Hoan (nama Tionghoa Ciputra) ini bisa membangun banyak gedung mentereng.  Papa bisa membuat gudang hasil bumi yang bagus, dengan kayu-kayu berkualitas dan cara bangun yang cerdas. Maka anaknya yang sudah makan bangku sekolah ini seharusnya bisa membangun sesuatu yang lebih hebat lagi,” ucapnya. 

Masuk Pulau Jawa

Mimpi meraih cita-cita menjadi arsitektur membawa Ciputra pindah ke Pulau Jawa yang ketika itu menjadi satu-satunya pulau paling maju di Indonesia. Ciputra datang untuk mencari akses pendidikan yang pas untuk mewujudkan cita-citanya. 

“Mimpi saya terus menggelora dan menjalar-jalar menjadi ambisi yang keras kepala. Ya, keras kepala! Sebab saya begitu yakin, bahkan setengah ngotot, untuk bisa keluar dari Manado dan mendarat di pulau paling maju di Indonesia. Pulau Jawa,” ujarnya. 

Sebelum benar-benar datang ke Pulau Jawa, Ciputra sudah berulang kali meminta pendapat pada orang-orang yang dianggap kompeten, salah satunya adalah Meneer Eizenring, Kepala Sekolahnya di SMP Negeri Gorontalo yang kemudian ikut mendukung Ciputra masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB).

Baca Juga: Gorontalo dan Perjalanan Ciputra Menemukan Diri Hingga Merengkuh Cita-cita Menjadi Arsitektur

"Kau tak perlu khawatir, Nyong. Kau murid kebanggaan saya. Kau sangat berbakat matematika. Tak akan sulit bagimu untuk kuliah di ITB," kata Ciputra meniru Meneer Eizenring.