Pada tahun 1997, Hary Tanoesoedibjo seorang pengusaha sukses, memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengan menjadikan perusahaan-perusahaan terbuka. Namun, hanya setahun kemudian, krisis moneter 1998 melanda Indonesia, membawa perubahan besar dan tantangan bagi para pebisnis di seluruh negeri.

Ketika itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melonjak drastis, dari sekitar Rp2.400 menjadi Rp15.000. Dalam situasi tersebut, banyak perusahaan yang jatuh, tetapi Hary justru melihatnya sebagai kesempatan.

“Pada waktu saya mengalami itu, saya cuma berpikir. Saya harus mencoba mencari kesempatan yang lain,” ungkap Hary Tanoe melalui video yang Olenka lansir pada Selasa (05/11/2024).

Dalam mengingat kembali kondisi pada masa krisis, kala itu ia memutuskan untuk mengambil langkah berbeda untuk melakukan strategi merger dan akuisisi (M&A). Dalam strategi ini, ia membeli perusahaan yang bermasalah, memperbaikinya, lalu menjualnya kembali.

Baca Juga: Kunci Produktivitas Ala Hary Tanoesoedibjo: Kerja Cepat dan Tepat

Metode tersebut tidak hanya memberikan keuntungan finansial, tetapi juga membantu menstabilkan bisnis-bisnis yang terdampak krisis.Dengan kerja keras dan strategi yang cermat, Hary berhasil mengumpulkan kekayaan yang sangat signifikan.

“Itu saya lakukan akhirnya 4 tahun, 2001. Uang saya banyak. Banyak sekali deh, saya nggak perlu ngomong. Betul banyak sekali,” katanya, menceritakan hasil dari empat tahun strategi M&A yang dilakukannya. 

Meskipun telah memperoleh kekayaan yang besar, ia merasa bahwa hanya mengumpulkan uang tanpa memiliki bisnis tetap bukanlah pencapaian yang ia inginkan. Ia ingin membangun sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bisa ia tinggalkan sebagai warisan.

Kemudian, pada tahun 2001 Hary akhirnya memutuskan untuk memulai sesuatu yang berbeda. Dengan dana yang melimpah, ia mulai mengakuisisi perusahaan-perusahaan besar di berbagai sektor.

Baca Juga: Rutinitas Harian Seorang Hary Tanoesoedibjo, Seperti Apa Ya?

“(Pada tahun) 2001 saya beli RCTI. Saya beli langsung tiga TV. RCTI, TPI, sama Global TV. Jadi bisa diperhatikan betapa banyaknya uang saya waktu itu,” tuturnya sambil mengenang langkah besar yang ia ambil dalam dunia media.

Akuisisi ini bukan hanya menjadi langkah strategis dalam bisnis, tetapi juga cikal bakal dari konglomerasi media yang ia miliki.

Dalam perjalanan hidupnya, Hary selalu menekankan pentingnya belajar dari kegagalan. Baginya, kegagalan bukan akhir dari segalanya, tetapi kesempatan untuk berinovasi dan memperbaiki diri. 

“Orang itu harus belajar dari kegagalannya, kesalahannya. Jangan kegagalan itu menjadikan kita kapok. Kegagalan itu menjadikan kita belajar untuk lebih baik,” ujarnya penuh keyakinan. 

Baca Juga: Hary Tanoesoedibjo Ungkap Peran Penting Soft Skill: Anda Bisa Survive di Mana pun Berada

Kisah hidup Hary Tanoesoedibjo menginspirasi banyak orang, terutama dalam melihat krisis sebagai peluang. Dengan ketekunan dan keberanian, ia berhasil membangun sebuah kerajaan bisnis yang besar dari situasi yang penuh tantangan.

Warisan yang ia bangun bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam nilai-nilai yang ia tanamkan bagi generasi mendatang. Dalam hal ini bahwa keberanian dalam mengambil risiko dan kemampuan untuk belajar dari kegagalan adalah kunci menuju kesuksesan.