Fenomena kotak kosong dalam pertarungan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) selalu menarik untuk dibahas. Fenomena politik seperti ini memang tidak banyak terjadi, namun hampir berulang di setiap gelarannya.
Pada Pilkada 2024 ini fenomena kotak kosong nyaris terjadi di Pemilihan Gubernur Jakarta, itu adalah skenario yang telah digodok masak-masak oleh Koalisi Jumbo yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus.
Baca Juga: Trio Srikandi Berebut Kursi Jatim 1, Siapa Lebih Kuat?
Koalisi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu sudah sukses menarik sejumlah parpol rival untuk bergabung ke KIM Plus seperti parpol dari Koalisi Perubahan yang mendukung Anies Baswedan yakni PKS, PKB dan NasDem.
Namun skenario kotak kosong itu gagal di detik-detik terakhir setelah PDI Perjuangan memilih tak bergabung ke KIM Plus dan mengusung Pramono Anung-Rano Karno sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Meski skenario itu gagal di Pilgub Jakarta, namun hal ini tetap terjadi di beberapa daerah, misalnya di Pilkada Banyumas dan Brebes, di dua daerah ini berpotensi diikuti hanya satu pasangan calon.
Sementara data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejauh ini sebanyak 43 daerah berpotensi diikuti pasangan calon tunggal melawan kotak kosong. Tak ada lagi calon lain yang mendaftarkan diri sejak pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada 27-29 Agustus 2024. Ini adalah data yang diupdate per 31 Agustus 2024.
Pilkada Diulang
Berdasarkan ketentuan Pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota (UU Pilkada), Pilkada yang dimenangkan kotak kosong bakal diulang setahun setelahnya, jadi selama satu tahun pertama kepala daerah yang memimpin wilayah yang dimenangkan kotak kosong penjabat (Pj) yang ditunjuk pemerintah.
Hal ini juga dibenarkan pengajar Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini. Dia bilang daerah yang dimenangkan kotak kosong tidak selamanya dipimpin penjabat . Sebab jika dipimpin Pj, maka pembangunan di daerah tersebut diyakini tak akan berjalan mulus sebab kebijakan Pj cenderung cari aman, berbeda dengan kebijakan pejabat definitif.
"Artinya, kalau calon tunggal kalah pada tahun 2024, pilkada berikutnya pada tahun 2025," kata Titi dilansir Olenka.id Senin (2/9/2024).
Baca Juga: Gerindra Pastikan Prabowo-Jokowi Tetap Solid
Dalam pasal 54 D UU Pilkada, kotak kosong bakal dinyatakan menang jika lebih dari 50 persen pemilih tak mencoblos calon kepala daerah yang maju dan lebih memilih kotak kosong.
Kemudian Pasal 54 D ayat (2) UU Pilkada mengatur bahwa calon tunggal yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.
Lebih lanjut, dalam Pasal 54 D ayat (3) UU Pilkada diatur bahwa pemilihan berikutnya tersebut diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
"Kenapa kemudian ada kata-kata jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan? Ini tidak lepas dari praktik bahwa sebelumnya kita melakukan penataan jadwal pilkada sebelum menuju pilkada serentak nasional," terang dia.
Dibantah KPU
Fenomena kotak kosong bikin bingung masyarakat setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dengan tegas mengatakan tak ada Pilkada ulang jika kotak kosong yang memenangi pertarungan. Publik bingung sebab pernyataan KPU justru dianggap bertentangan dengan UU Pilkada.
Baca Juga: Menanti Rekonsiliasi Jokowi-Megawati Lewat Pramono Anung
Anggota KPU RI Idham Holik menegaskan satu daerah yang dimenangkan kotak kosong bakal dipimpin Pj selama satu periode, Pilkada hanya akan digelar kembali setelah lima tahun. Meski dengan penuh percaya diri melontarkan pernyataan tersebut, namun Idham tak menjelaskan secara terperinci dasar-dasar hukum yang memperkuat argumentasinya itu.
"Kapan pemilihan selanjutnya? Yaitu 2029. Selama periode pemerintahan pasca Pilkada 2024 ini akan dipimpin oleh Penjabat Sementara," ujar dia.