Kelapa sawit telah menjadi komoditas menjanjikan yang tumbuh subur di beberapa pulau di Indonesia. Siapa sangka ternyata salah satu komoditas perkebunan itu mulanya bukan berasal dari Indonesia? Namun, kini perannya strategis dalam pembangunan ekonomi tanah air.

Kelapa sawit sejatinya bukan tanaman asli Indonesia, namun asli Afrika. Pada tahun 1848, ada orang Belanda yang datang ke Indonesia membawa 4 biji kelapa sawit dan ditanam di Kebun Raya Bogor.

Karena tanaman tersebut tumbuh subur dan setelah dicoba di beberapa daerah bisa tumbuh dengan baik, maka sejak 1910 kelapa sawit dibudidayakan secara komersial dan meluas di Sumatera.

Tanaman yang dikenal dengan nama botani Elaeis guineensis Jacq ini tidak bisa hidup di setiap negara, diketahui hanya hidup di daerah tropis sepanjang garis khatulistiwa yang memiliki curah hujan melimpah dan beberapa syarat agroklimat tertentu lainnya. Dan, negara yang beruntung tersebut adalah Indonesia dan Malaysia, sebagian kecil Afrika dan sebagian kecil Amerika Tengah dan Latin.

Baca Juga: Dunia Membutuhkan Kelapa Sawit Indonesia, Kenapa?

Pada masa kolonial Hindia Belanda, perkebunan kelapa sawit menjadi sebuah industri berskala besar dengan dibukanya perusahaan bernama Sungai Liput Cultuur Maatschappij oleh Adrien Hallet dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra, tepatnya di Deli pada 1911.

Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto', Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Di Aceh Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kelapa.

Ramainya industri margarin pada 1870-an ikut membuat terjadinya penanaman secara besar-besaran pun dilakukan. Menurut Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), hingga 1980-an luas perkebunan sawit di Indonesia baru mencapai 200 ribu hektar dan itu pun warisan dari perkebunan era kolonial Hindia Belanda.

Dalam kurun waktu 30 tahun luas perkebunan itu bertambah. Pada 2009 perkebunan sawit di Indonesia mencapai 7,2 hektar. Ada perkiraan yang menyebut bahwa di pada 2014 luas perkebunan sawit akan mencapai 10 juta hektar. Bahkan, Kementerian Pertanian (Kementan) mengestimasikan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 16,83 juta hektare (ha) pada 2023. Hal ini tertuang dalam laporan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2021-2023.

Baca Juga: Belum Tergantikan, Industri Sawit Sokong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Diketahui, industri kelapa sawit mempekerjakan kurang lebih 2,8 juta orang on farm (langsung), 1,6 juta di antaranya adalah petani pekebun kecil. Artinya, paling tidak ada 4,8 juta orang yang menjadikan kebun kelapa sawit sebagai tempat menggantungkan hidup. Sementara, 1,2 juta KK atau 3,6 juta orang adalah keluarga karyawan yang bekerja di perusahaan perkebunan, baik swasta maupun BUMN yang tentunya menikmati penghidupan yang layak akibat benefit dan fasilitas yang diberikan perusahaan tempat mereka berkerja. Pengembangan atau ekspansi kebun kelapa sawit baru secara berkesinambungan akan mampu menyerap tenaga kerja secara sinambung pula.

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak petani dan pekerja di sektor perkebunan.

Meskipun kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, negara ini telah berhasil menjadi pusat penting dalam produksi dan pengolahan kelapa sawit.