Di tengah sorotan dunia terhadap industri kelapa sawit, muncul sebuah gerakan moral dan strategis dari dalam negeri, yakni GEBIE, singkatan dari Gender Equality in Business Initiatives Enthusiast.
Adapun, gerakan ini bukan sekadar jargon, tapi sebuah wujud perlawanan sistemik terhadap diskriminasi gender dan eksploitasi pekerja, khususnya anak dan perempuan, yang masih membayangi dunia kerja global, termasuk industri sawit.
Sumarjono Saragih, Ketua GAPKI Bidang Pengembangan SDM dan Chairman Founder WISPO (Worker Initiatives for Sustainable Palm Oil), menegaskan bahwa diskriminasi dan eksploitasi adalah isu lama yang berevolusi mengikuti zaman.
"Kita mengenal masa perbudakan, masa hamba, masa pemberi kerja dan pekerja, hingga era kemitraan. Tapi benang merahnya sama, yakni masih ada ruang bagi diskriminasi dan eksploitasi," papar Sumarjono Saragih, dalam keterangan resminya kepada Olenka, Jumat (30/5/2025).
Ia pun lantas menyoroti bagaimana diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi bahkan di negara maju. Mengutip temuan Prof. Claudia Goldin, pemenang Nobel Ekonomi 2023, Sumarjono menjelaskan bahwa dalam 250 tahun terakhir di Amerika Serikat, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya 50%, jauh tertinggal dibandingkan laki-laki yang mencapai 80%.
"Jika Amerika saja butuh dua setengah abad untuk menyadari ketimpangan ini, Indonesia yang jauh lebih kompleks secara sosial dan budaya tentu menghadapi tantangan yang lebih besar," tuturnya.
Baca Juga: Pemerintah Denmark Dukung Praktik Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan di Indonesia