Infeksi RSV atau Respiratory Syncytial Virus terus menjadi ancaman serius bagi bayi, terutama bayi prematur atau bayi dengan risiko tinggi lainnya.
Bagi kelompok ini, RSV bukan sekadar batuk pilek biasa. Sistem organ yang belum matang membuat mereka jauh lebih rentan mengalami komplikasi berat, bahkan hingga mengancam nyawa.
Prof. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A, Subsp. Neo., dokter spesialis anak konsultan neonatologi, menjelaskan dengan sangat tegas bagaimana risiko RSV dapat berdampak fatal apabila tidak dicegah sejak dini.
Menurut Prof. Rina, bayi prematur pada dasarnya terlahir sebelum waktunya, sehingga fungsi organ tubuhnya, termasuk sistem pernapasan dan imunitas, belum matang.
“Bayi prematur itu terlahir belum waktunya, jadi semua sistem organnya belum sempurna,termasuk kemampuannya menghadapi penyakit,” papar Prof. Rina, saat sesi edukasi bertajuk 'Kenali RSV, Selamatkan Bayi Berisiko Tinggi', yang digagas AstraZeneca Indonesia, di The Westin, Jakarta, baru-baru ini.
Itulah sebabnya, kata dia, ketika bayi prematur terpapar RSV, risiko infeksi berat meningkat drastis.
Menurut Prof. Rina, penyebaran RSV di rumah pun sering terjadi tanpa disadari. Virus dapat dibawa oleh anggota keluarga yang tampak sehat, seperti ayah yang baru pulang dari kantor atau kakak yang baru pulang sekolah.
“Bisa saja dapat dari bapaknya pulang dari kantor atau kakaknya pulang dari sekolah, mereka lebih kuat, tapi bayinya yang prematur sangat rentan,” ujar Prof. Rina.
Ketika ditanya mengenai risiko terburuk bagi bayi prematur yang tidak mendapatkan proteksi RSV, Prof. Rina menjawab lugas.
“Kalau dia tidak ditangani, ya bisa kehilangan nyawa. Kalau ditangani pun biasanya harus dirawat di rumah sakit, dan kalau terkena di usia di bawah 1 tahun itu masuk ke ICU. ICU itu sangat mahal,” ungkapnya.
Prof. Rina juga menuturkan, RSV dapat menyebabkan pneumonia berat, kesulitan napas, dan kebutuhan alat bantu napas intensif.
Perawatan di ICU neonatal bisa berlangsung minggu demi minggu, dan biaya yang timbul dapat menghabiskan pagu asuransi tahunan dalam satu kali rawat.
Baca Juga: Memahami Respiratory Syncytial Virus (RSV) dari Perspektif Prof. dr. Cissy Rachiana Sudjana Prawira
Mengapa RSV Terlihat ‘Rumit’ bagi Orang Tua?
Bagi sebagian besar orang tua, kata Prof. Rina, RSV terdengar sebagai istilah medis yang sulit dipahami.
Namun, menurut Prof. Rina, peningkatan kasus infeksi virus dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pasca-pandemi COVID-19, membuat kondisi ini semakin nyata dan perlu diperhatikan.
“Infeksi virus itu luar biasa, saya merasakan sekarang itu banyak banget. Dari 10 anak batuk pilek, enam itu influenza, dua lagi saya curiga RSV atau virus lain, hanya saja pemeriksaannya mahal,” terangnya.
Ia menjelaskan bahwa gejalanya sering kali mirip flu biasa, seperti demam, batuk, pilek. Namun, RSV dapat berkembang menjadi infeksi serius yang memerlukan bantuan alat napas dan perawatan intensif.
“Demam terus, makin lama putus asa, di-uap tetap tidak membaik, akhirnya harus alat bantu napas dan dirawat di ICU,” ujarnya.
Karena itu, Prof. Rina selalu mengingatkan orang tua bayi prematur untuk waspada, terutama pada musim puncak RSV.
“Saya bilang ke orang tua, ini anak Ibu prematur, sudah selamat, tapi sekarang lagi musim peak level RSV. Bahaya, Bu,” tuturnya.
Meski proteksi RSV dapat menimbulkan biaya tambahan bagi keluarga, ia membandingkannya dengan biaya ICU yang jauh lebih besar jika infeksi terjadi.
“Biayanya memang mahal, tapi coba bayangkan dirawat seminggu-dua minggu di ICU, pagu asuransi setahun habis duluan,” tukasnya.
Ketika bicara mengenai upaya pemerintah dalam pencegahan RSV pada bayi berisiko tinggi, Prof. Rina menjelaskan bahwa advokasi dari para dokter sebenarnya sudah berjalan.
“Upaya untuk mengingatkan pemerintah itu sudah ada tapi pemerintah juga realistis, banyaknya masalah MBG saja belum selesai,” terangnya.
Menurutnya, kebijakan kesehatan membutuhkan anggaran besar dan prioritas nasional yang jelas.
“Semua itu butuh paket duit, harus dipikirkan untuk rakyat, bukan hanya proyek. Di Asia Tenggara, yang membiayai RSV baru Singapura dan Thailand. Jepang dan Australia juga, tapi penduduknya sedikit,” terangnya.
Menurutnya, Indonesia, dengan jumlah penduduk besar dan banyak tantangan kesehatan dasar, masih berproses untuk memberikan proteksi penuh bagi bayi rentan terhadap RSV.
Baca Juga: RSV di Indonesia: Ancaman Tersembunyi bagi Bayi Prematur Menurut Prof. Rinawati Rohsiswatmo