Demensia merupakan gangguan otak progresif yang secara bertahap menurunkan kemampuan kognitif, mulai dari daya ingat dan kemampuan berpikir hingga keterampilan berkomunikasi. Secara global, penyakit Alzheimer’s menjadi penyebab paling umum, mencakup sekitar 60–80 persen dari seluruh kasus demensia.

Lewat temuan terbarunya, Monash University memperkuat komitmennya dalam mendukung deteksi dini, pencegahan, dan perawatan demensia secara global, termasuk di Indonesia. Penelitian terbaru Monash University yang dipublikasikan di Monash Lens dengan judul "The Hunt for Dementia’s Hidden Clues" mengungkap pendekatan baru untuk memahami tanda-tanda awal demensia yang sering kali luput dari perhatian.

Baca Juga: Dukung SDM Berkualitas dan Tepat Guna, Monash University Indonesia Buka Program Sarjana, Prodi Apa Saja?

“Penelitian kami menunjukkan bahwa kesehatan dan gaya hidup dapat memengaruhi kesehatan otak seseorang hingga usia 40 tahun ke atas. Karena belum ada obat untuk demensia, penelitian tentang faktor risiko dan pelindung menjadi sangat penting,” ujar Professor Matthew Pase dari Ageing and Neurodegeneration Research Program, School of Psychological Sciences Monash University yang menjadi pemimpin penelitian, dikutip Sabtu (15/11/2025).

Laporan menunjukkan bahwa hingga 50 persen kasus demensia dapat dicegah melalui pengelolaan faktor risiko utama sejak dini. Berdasarkan laporan The Lancet Commission (2024) tentang Pencegahan, Intervensi, dan Perawatan Demensia, terdapat 14 faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi. Dari segi kondisi kesehatan, faktor risikonya mencakup:

  • kemungkinan cedera otak;
  • gangguan pendengaran;
  • hipertensi;
  • diabetes;
  • gangguan penglihatan yang tidak diobati; dan
  • kadar kolesterol tinggi.

Sementara dari sisi gaya hidup, faktor risiko demensia bisa berasal dari:

  • kualitas pendidikan yang rendah di masa kecil;
  • isolasi sosial;
  • polusi udara;
  • kurangnya aktivitas fisik;
  • kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebih; serta
  • stres berlebih.

Untuk menjaga kesehatan otak sebagai upaya mencegah demensia, tidur yang berkualitas bisa menjadi salah satu solusi terbaik. Menurut hasil riset Professor Pase, penurunan fase tidur dalam (deep sleep) sebesar satu persen per tahun pada lansia, dapat meningkatkan risiko demensia hingga 27 persen. Fase tidur ini sangatlah penting karena membantu otak membersihkan limbah metabolik, termasuk membuang protein yang menumpuk pada penyakit Alzheimer.

Data dari riset penting ASPREE-XT yang dipimpin para peneliti di Monash School of Public Health and Preventive Medicine menunjukkan bahwa indikator fisik seperti kecepatan berjalan dan kekuatan genggaman tangan dapat menjadi tanda awal risiko demensia, bahkan sebelum gejala kognitif muncul. Salah satu pemimpin riset, Professor Joanne Ryan, Heads of Biological Neuropsychiatry and Dementia Research Unit, School of Public Health and Preventive Medicine (SPHPM) Monash University, menunjukkan bahwa aktivitas mental seperti menulis jurnal, mengikuti kelas pelatihan, dan mengerjakan teka-teki dapat menurunkan risiko demensia sekitar 9–11 persen, sedangkan aktivitas yang melibatkan kreativitas seperti merajut atau membuat kerajinan dapat menurunkan risiko hingga 7 persen.

Terobosan Teknologi untuk Pencegahan Dini Demensia

Untuk mengurangi dampak demensia secara global, Monash University berkomitmen mempercepat upaya pendeteksian dan pencegahan dengan menggabungkan pendekatan multidisipliner dan inovasi dalam riset mutakhir.

Dalam sebuah riset internasional yang dipimpin oleh Professor Adeel Razi, Head of Computational Neuroscience Laboratory, Monash University, teknologi functional MRI (fMRI) terbukti mampu memantau perubahan pada jaringan otak yang dikenal sebagai default mode network (DMN). Temuan ini memungkinkan prediksi risiko demensia hingga sembilan tahun sebelum diagnosis, dengan tingkat akurasi lebih dari 80 persen.

Sementara itu, Dr. Taya Collyer, biostatistician di National Centre for Healthy Ageing, Monash University, sedang mengembangkan metode kecerdasan buatan (AI) yang memanfaatkan pendekatan Natural Language Processing (NLP). Teknologi ini memungkinkan penghitungan jumlah kasus demensia secara lebih akurat untuk keperluan epidemiologi. Langkah ini sangat penting bagi otoritas kesehatan agar dapat memahami skala krisis secara tepat dan merencanakan layanan dukungan serta alokasi sumber daya di masa depan secara efektif.

Melalui penelitian lintas disiplin ini, Monash University bertujuan memperluas pemahaman global tentang demensia, mulai dari mengidentifikasi faktor risiko dan mengungkap mekanisme biologis hingga mengembangkan strategi intervensi yang efektif.