Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo kembali menjadi sorotan publik setelah memimpin sidang yang menghasilkan putusan penting terkait penugasan anggota Polri. Melalui perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025, MK memutuskan bahwa polisi aktif dilarang menduduki jabatan sipil, kecuali jika telah mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun. Putusan itu dibacakan dalam sidang pleno di Jakarta Pusat pada Kamis (13/11/2025).
“Amar putusan, mengadili: mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat memimpin persidangan. Putusan tersebut langsung direspons oleh Polri. Kadiv Humas Polri Irjen Shandi Nugroho menyatakan kepolisian menghormati keputusan MK dan menunggu salinan resminya untuk dilaporkan kepada Kapolri sebelum diambil langkah lebih lanjut.
Baca Juga: Mengenal Agung Budi Waskito, Ahli Bendungan Besar yang Kini Jadi Dirut Wijaya Karya
Putusan ini mempertegas posisi MK dalam menjaga batas-batas profesionalisme aparat negara serta mendorong pemisahan yang lebih jelas antara institusi penegakan hukum dan jabatan sipil.
Karier dan Kiprah Panjang Suhartoyo
Lahir di Sleman pada 15 Oktober 1959, Suhartoyo merupakan sosok hakim karier yang meniti jalannya dari bawah. Ia menempuh pendidikan Sarjana Hukum di Universitas Islam Indonesia (1983), melanjutkan Magister Ilmu Hukum di Universitas Tarumanagara (2003), hingga meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Jayabaya (2014).
Perjalanan kariernya dimulai pada 1986 sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Selama 15 tahun ia mengabdi di berbagai daerah, mulai dari Curup, Metro, hingga Kotabumi. Setelah itu, ia dipercaya mengisi berbagai posisi strategis seperti hakim di PN Tangerang, Ketua PN Praya, hingga menduduki kursi pimpinan di sejumlah pengadilan besar seperti PN Pontianak, PN Jakarta Timur, dan PN Jakarta Selatan.
Baca Juga: Memulai Karier sebagai Hakim, Kartini Muljadi Sukses Jadi Wanita Terkaya di Indonesia
Pada 2011 ia diangkat menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, jabatan terakhirnya sebelum masuk ke Mahkamah Konstitusi.
Kontroversi dan Jalan Menuju MK
Pemilihan Suhartoyo sebagai Hakim Konstitusi pada 2015 sempat menimbulkan kontroversi. Komisi Yudisial kala itu mempertanyakan rekam jejaknya terkait perkara Sudjiono Timan dalam skandal BLBI. Meski demikian, Suhartoyo menolak seluruh tuduhan dan menegaskan bahwa ia tidak pernah menyidangkan perkara tersebut. Polemik itu tidak menghalangi pelantikannya oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Januari 2015.
Baca Juga: Indonesia Kondusif, Prabowo Apresiasi Kinerja Polisi dan Tentara
Pada 2020, ia kembali dipercaya Mahkamah Agung untuk melanjutkan periode kedua sebagai hakim konstitusi. Kajian beberapa akademisi mencatat bahwa Suhartoyo adalah hakim yang cukup sering berpihak pada pemerintah serta salah satu yang paling banyak mengeluarkan dissenting opinion, menunjukkan konsistensinya dalam mengemukakan pandangan berbeda ketika diperlukan.
Menjadi Ketua MK
Pada November 2023, Suhartoyo terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan oleh Majelis Kehormatan MK. Kepemimpinannya disebut membawa gaya yang lebih tenang dan administratif, dengan fokus pada pemulihan kepercayaan publik terhadap MK.
Di bawah kepemimpinannya pula sejumlah putusan strategis dilahirkan, termasuk yang terbaru mengenai larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil—putusan yang dinilai memperjelas batas antara ranah penegakan hukum dan birokrasi sipil.
Baca Juga: Mengenal Sosok Bobby Rasyidin: dari LEN Industri dan DEFEND ID, Kini Menahkodai KAI
Di luar kariernya, Suhartoyo diketahui memiliki tiga anak dari pernikahannya dengan Sustyowati dan tercatat memiliki kekayaan sekitar Rp11,49 miliar dalam LHKPN 2019. Dedikasinya di dunia kehakiman juga mendapat pengakuan negara melalui penganugerahan Bintang Mahaputera Adipradana pada 25 Agustus 2025.
Melalui putusan-putusan penting yang ia pimpin, peran Suhartoyo sebagai Ketua MK semakin mempertegas posisinya sebagai salah satu figur kunci dalam dinamika sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia