Masyarakat Indonesia ramai mempersoalkan usulan pengadaan gerbong khusus untuk merokok. Usulan yang datang dari anggota Komisi VI  DPR RI Nasim Khan, itu menuai polemik, masyarakat mentang ide tersebut, sebab usulan yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat bareng Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Bobby Rasyidin itu dinilai hanya merusak kenyamanan di transportasi publik.

PT KAI sendiri sebetulnya sudah melewati jalan panjang untuk membenahi wajah perkeretaapian Indonesia, kereta api yang tadinya semrawut dan kumuh sudah sukses ditata menjadi lebih ramah penumpang. Di era kepemimpinan Ignasius Jonan, moda transportasi publik yang satu ini betul-betul dibikin naik kelas, berbagai peraturan ketat diberlakukan termasuk peraturan larangan merokok di dalam gerbong.

Baca Juga: Kisah Sukses NEU MEN Merangkai Wastra Indonesia dalam Gaya Pria Modern

Melihat sejarah panjang upaya mendandani wajah kereta api ini, rasanya wajar jika publik kemudian ramai-ramai menolak usulan dari dari anggota DPR fraksi PKB tersebut. Ide itu dinilai hanya merusak tatanan peraturan yang telah berlaku sekarang ini.

"Sejak tahun 2012, KAI sudah berkomitmen untuk menjadikan setiap perjalanan kereta api sebagai pengalaman yang nyaman bagi semua, dengan mengimplementasikan larangan merokok di seluruh area kereta api, termasuk rokok elektrik," demikian bunyi keterangan PT KAI merespons usulan tersebut dilansir Olenka.id Senin (25/8/2025).

Tentu saja KAI tak sembarangan memberlakukan peraturan larangan merokok di dalam gerbong, semuanya telah melewati kajian yang mendalam, selain membuat tak nyaman pengguna kereta, asap rokok juga mengancam kesehatan para penumpang lainnya dan  membuat interior kereta menjadi kotor dan bau, serta merusak komponen interior. Selain itu, puntung rokok yang dibuang sembarangan dapat mengakibatkan kerusakan dan kebakaran pada armada.

Sejauh ini pemerintah telah membuat berbagai landasan hukum mengenai larangan merokok di dalam angkutan publik termasuk kereta api, sebagai bagian dari Kawasan Tanpa Rokok (KTR), adapun deretan peraturan tersebut seperti:  UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 

Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Selanjutnya adalah Surat Edaran Menteri Perhubungan No. SE 29 Tahun 2014 tentang Larangan Merokok di dalam Sarana Angkutan Umum.

Usulan Ngawur

Salah satu pihak yang menentang keras usulan pengadaan gerbong khusus merokok adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), ide Nasim Khan dinilai terlampau ngawur, itu tak masuk akal dan tak bisa diterima akal sehat. 

 "Usulan menyediakan gerbong khusus merokok di KAI merupakan usulan ngawur," kata Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo.

Lantaran usulan itu dinilai tak masuk akal, YLKI meminta KAI untuk tak merespons ide Nasim Khan. Menurut Rio usulan gerbong khusus merokok hanya membuat kereta api kembali ke era kegelapan, di mana sistem perkeretaapian Tanah Air masih kacau balau.

"YLKI meminta KAI mengabaikan usulan tersebut dan tetap berpegang teguh pada regulasi yang eksisting perihal kawasan tanpa rokok," tegasnya. 

Tak Sejalan dengan Program Pemerintah 

Tak hanya dari masyarakat, penolakan mengenai usulan tersebut juga langsung datang dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Gibran mengatakan, pemerintah jelas menolak usulan tersebut lantaran dianggap tak sinkron dan tak sejalan dengan program-program yang diusung pemerintah. 

Baca Juga: Dituding Jadi Dalang di Balik Isu Ijazah Palsu, Demokrat Langsung Blak-blakan Beber Hubungan Keluarga Jokowi-SBY

“Sekali lagi, untuk Bapak-Ibu anggota DPR yang terhormat, saya mohon maaf, masukannya kurang sinkron dengan program Bapak Presiden,” kata Gibran.

Pengadaan gerbong khusus untuk merokok kata Gibran bukan menjadi sebuah prioritas, itu tidak masuk kategori kebutuhan mendesak, ketimbang menyediakan gerbong buat para perokok, Gibran mengatakan lebih baik gerbong tersebut dipakai untuk kebutuhan yang lebih prioritas. 

“Lebih baik diprioritaskan bagi ibu hamil, menyusui, balita, lansia, maupun difabel. Misalnya penambahan ruang laktasi di gerbong atau pelebaran toilet agar lebih ramah bagi ibu mengganti popok bayi. Itu lebih prioritas,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah saat ini fokus pada program kesehatan seperti pemeriksaan gratis, pemberantasan stunting, hingga pembangunan rumah sakit baru.Karena itu, kebijakan di KAI juga harus selaras dengan skala prioritas nasional.

“Sekali lagi, semua ada skala prioritasnya. Masukan tetap kami terima, tapi pelayanan yang lebih mendesak bagi masyarakat harus diutamakan,” tandasnya.