Penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh masih menuai pro dan kontra. Setelah sempat dipastikan oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa bahwa APBN tak akan ikut menanggung utang Whoosh, keputusan sebaliknya justru disampaikan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto.

Usai meninjau Stasiun Manggarai dan meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru pada Selasa (4/11/2025), Prabowo menegaskan bahwa ia akan mengambil alih utang Whoosh dan negara mampu untuk membayar cicilan utang proyek yang mencapai US$7,27 miliar. Dalam kesempatan itu pula, Prabowo meminta publik untuk tidak meributkan permasalahan utang ini.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Akan Bayar Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh

"Jadi sudah lah, saya sudah katakan, Presiden RI yang akan ambil alih tanggung jawab (utang Whoosh). Jadi tidak usah ribut, kita mampu, dan kita kuat. Duitnya ada," tegas Presiden Prabowo pada Selasa (4/11/2025).

Untuk diketahui, biaya proyek Whoosh membengkak dalam proses pembangunannya. Investasi proyek Whoosh mencapai US$7,27 miliar, setara dengan Rp120,68 triliun. Sebesar 75% dari investasi tersebut dibiayai dengan utang.

Alhasil, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menjadi operator Whoosh harus menanggung beban berat dari pembayaran utang pokok dan bunga atas pinjaman terhadap China tersebut.

APBN Tanggung Utang Whoosh

Tak jauh berapa lama dengan pernyataan Presiden Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), juga memastikan bahwa pemerintah akan hadir untuk menyelesaikan persoalan keuangan proyek Whoosh. AHY menyebut, proses restrukturisasi utang sedang berjalan dengan melibatkan berbagai pihak.

“Semuanya ingin mengambil bagian dari tanggung jawab untuk melakukan restrukturisasi keuangan kereta cepat Jakarta–Bandung,” kata AHY.

AHY menambahkan, pemerintah sedang menyiapkan skema restrukturisasi dengan mempertimbangkan stabilitas fiskal nasional.

Berbeda dari sisi pemerintah, pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, justru tak setuju APBN digunakan untuk membayar utang Whoosh. Nailul menegaskan, manajerial Whoosh harus dilakukan oleh profesional tanpa melibatkan keuangan negara.

"Mereka (Whoosh) harus berupaya untuk mendapatkan untung sehingga bisa membayar utang, walaupun butuh waktu sangat lama untuk bisa untung atau mencapai BEP," ungkap Nailul Huda kepada Olenka, Senin (13/10/2025).

Nailul menilai, Whoosh masih akan merugi dalam jangka waktu yang lama, bahkan bisa mencapai lebih dari 50 tahun. Hal itu disebabkan oleh perencanaan proyek yang tidak matang sejak awal dilaksanakan.

Jika pemerintah memaksakan diri menggunakan APBN untuk membayar utang Whoosh, jelas Nailul, hal tersebut akan menjadi preseden bagi BUMN lainnya untuk meminta bantuan APBN jika proyeknya tidak lancar.

"BUMN akan membuat proyek yang secara bisnis tidak akan untung karena sudah tahu ada APBN yang bisa diandalkan," lanjutnya.