Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia digugat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lantaran kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta. Kekeringan BBM di SPBU non plat merah itu dinilai membawa banyak kerugian untuk masyarakat.
Adapun gugat terhadap Bahlil teregistrasi dengan nomor: 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst perkara perdata itu didaftarkan pada Senin (29/9/2025) dan kini sudah mulai bergulir.
Kendati digugat lantaran dinilai menjadi orang yang paling bertanggung jawab di balik masalah kekeringan BBM di SPBU swasta, Bahlil tetap membela diri. Secara tak langsung Bahlil menganggap bahwa dirinya bukan biang kerok dari masalah ini sebab selama ini pemerintah diklaimnya telah mencukupi kuota impor suplai BBM ke SPBU swasta.
Baca Juga: Ultimatum Bahlil untuk Kader Golkar: Jaga Ucapan, Jaga Sikap!
Bahkan politisi Golkar itu mengatakan pada 2025 ini pemerintah menambah kuota impor BBM SPBU swasta menjadi 110 persen. Bahlil dengan tegas membantah klaim yang menyebut pemerintah melakukan pembatasan impor BBM untuk SPBU Swasta.
"Yang jelas adalah kuota impor untuk swasta sudah kita berikan 110% dibandingkan dengan tahun 2024. Jadi keliru kalau dibilang tidak kita kasih, kita sudah kasih 110% ya," kata Bahlil dilansir Olenka.id Jumat (10/10/2025)
Bahlil menegaskan dirinya bakal menghadapi gugatan tersebut dan menghormati proses hukum yang berlaku.
"Kita hargai ya, kita hargai semua proses hukum," tegasnya.
Alasan Menggugat Bahlil
Adapun gugatan terhadap Bahlil dilayangkan oleh seorang warga sipil bernama Tati Suryati. Tak hanya Bahlil ia juga menggugat Pertamina dan Shell Indonesia.
Boyamin Saiman selaku pengacara penggugat, menjelaskan bahwa Tati merupakan konsumen produk BBM V-Power Nitro+ dengan Research Octane Number (RON) 98 yang merupakan produk dari Shell.
Tati disebut kesulitan mendapatkan BBM V-Power Nitro+ setelah terjadi kelangkaan BBM sejak September 2025 lalu. Kelangkaan BBM di SPBU swasta ini dinilai sebagai suatu perbuatan melawan hukum karena telah membatasi kuota BBM.
Gara-gara kosongnya stok jenis BBM ini, Tati akhirnya memilih beralih menggunakan BBM dari Pertamina.
“Bahwa Tergugat I (Menteri ESDM) melalui pernyataan di beberapa media yang dipublikasikan pada tanggal 20 September 2025 menyatakan bahwa pemerintah membuat keputusan untuk tetap melayani penjualan BBM impor tetapi itu akan diberikan lewat kolaborasi dengan Pertamina (Tergugat II),” jelas Boyamin.
Atas kebijakannya, Bahlil dinilai secara sengaja melanggar Pasal 12 ayat (2) Perpres 191/2014, yang menyatakan “setiap badan usaha memiliki hak dan kesempatan yang sama melakukan impor minyak bumi, asalkan mendapat rekomendasi dari Kementerian ESDM dan izin dari Kementerian Perdagangan.”
Pihak penggugat menilai, Bahlil telah memaksa perusahaan swasta untuk membeli BBM dari Pertamina. Dalam gugatan ini, Pertamina ikut digugat karena dinilai menjadi fasilitator bagi Menteri ESDM untuk menjalankan perbuatan melawan hukum.
Sementara itu, Shell selaku perusahaan swasta juga ikut digugat karena dinilai tidak dapat melindungi konsumennya. Dalam perkara ini, Bahlil digugat karena telah menyebabkan kerugian materiil dan immateriil.
Tati menggugat Bahlil untuk membayarkan uang ganti rugi kerugian materil sebesar Rp 1.161.240. Angka ini dihitung berdasarkan tagihan dua kali pengisian BBM V-Power Nitro+ RON 98.
Boyamin mengatakan, sejak tanggal 14 September 2025, mobil Tati yang diisi bensin RON 92 sudah tidak digunakan. Tati khawatir, pengisian bensin di bawah RON 98 dapat menyebabkan kerusakan pada mobilnya.
Sementara itu, Bahlil juga digugat untuk membayar kerugian immateriil senilai Rp 500 juta yang merupakan harga mobil Tati yang sudah diisi RON 92. Boyamin mengatakan, kerugian immateriil ini diajukan karena ada kecemasan mobil yang terlanjur diisi RON 92 berujung rusak karena biasanya diisi RON 98.
Buka Peluang Cabut Laporan
Kendati dongkol dengan kelangkaan BBM yang terjadi belakangan ini, namun Tati mengaku masih membuka peluang untuk mencabut gugatannya tersebut, Tati bakal mencabut laporan itu jika stok BBM di SPBU swasta kembali terisi dalam waktu dekat ini.
Baca Juga: Upaya Prabowo Bersih-bersih Tambang Ilegal
“Kalau SPBU swasta itu sudah terisi besok atau maksimal sampai hari Selasa, berarti sidang hari Rabu (depan) itu cukup tinggal pencabutan saja,” ujar Boyamin.