Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva mengatakan, BRICS adalah cerminan dari Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung yang menolak dominasi kekuatan besar dunia. Dia mengatakan semangat Konferensi Bandung kini hidup lagi lewat BRICS. 

Pernyataan tegas itu ia sampaikan dalam pidatonya saat membuka  sesi pertama KTT ke-17 BRICS yang turut dihadiri Presiden RI, Prabowo Subianto di Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Minggu (6/7/2025).

Baca Juga: Jokowi Dikabarkan Krtis, Begini Pernyataan Ajudan Pribadi, Simak!

"BRICS adalah manifestasi dari gerakan nonblok Bandung. BRICS menghidupi semangat Bandung," kata Lula dilansir Senin (7/7/2025). 

Lula juga turut menyoroti situasi global saat ini, dinamika yang terjadi sekarang membuat prihatin berbagai pihak sebab dunia saat ini tengah diguncang  krisis multilateralisme yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

"Pada 26 Juni lalu, PBB genap berusia 80 tahun, tetapi kita justru menyaksikan keruntuhan multilateralisme yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menandai kekalahan fasisme dan menjadi simbol harapan kolektif dunia. Ia juga mengingatkan bahwa sebagian besar negara anggota BRICS saat ini adalah pendiri PBB.

"Sepuluh tahun setelah PBB berdiri, Konferensi Bandung menolak pembagian dunia dalam zona pengaruh dan memperjuangkan tatanan internasional yang multipolar," jelas Lula.

Menutup pernyataannya, Lula menegaskan bahwa posisi BRICS dalam peta global, yaitu untuk mewarisi gerakan nonblok.

"BRICS adalah pewaris gerakan nonblok," katanya.

Sebagai informasi, Indonesia telah menjadi anggota penuh BRICS sejak 1 Januari 2025.

Acara KTT BRICS ini menjadi wadah bagi para pemimpin BRICS untuk membahas sejumlah isu politik dan keamanan global, seperti konflik yang berkepanjangan di berbagai kawasan, reformasi tata kelola global dan penguatan multilateralisme.

Baca Juga: Sepak Terjang Bustaman, Sosok Bersahaja di Balik Rumah Makan Padang Sederhana

Selain itu, para pemimpin BRICS akan mengangkat berbagai permasalahan dan peluang kerja sama ekonomi dan keuangan serta isu-isu lainnya seperti tata kelola artificial intelligence, lingkungan dan aksi iklim, serta kesehatan global.