Percepatan digitalisasi dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah secara drastis perilaku konsumen di Indonesia. Lonjakan penggunaan pembayaran non-tunai mulai dari QRIS, layanan bank digital, hingga BI-FAST, telah menghadirkan kemudahan dan kecepatan yang signifikan bagi masyarakat. Namun, kemajuan ini juga membawa tantangan baru bagi keamanan sistem pembayaran nasional.

Hal ini disampaikan oleh Aries Fajar Kurnia, SVP IT Infrastructure & Security Management PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin), dalam acara Wibmo Executive Circle 2025: Securing Indonesia’s Financial Security di The Westin, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Menurutnya, perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi kini menjadi salah satu faktor risiko terbesar yang harus mendapat perhatian pelaku industri.

“Kalau kita lihat dari perspektif customer, this is the biggest problem. Digitalisasi berkembang sangat cepat, dan perubahan perilaku serta lonjakan transaksi digital ini mengubah pola risiko,” papar Aries.

Aries menjelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir fokus serangan siber telah mengalami pergeseran signifikan. Jika sebelumnya kejahatan siber lebih banyak menargetkan sistem perbankan atau infrastruktur, kini konsumen menjadi target paling rentan.

“Dulu attacker itu lebih banyak menyerang sistem. Tapi sekarang, mereka berhasil mengembalikan fokus serangan ke konsumen. Yang paling banyak tertarget itu industri dan nasabah,” jelasnya.

Pergeseran ini diperparah oleh perilaku konsumen yang semakin mengutamakan kenyamanan hingga sering mengabaikan aspek keamanan digital.

“Karena kemudahan, banyak pengguna lupa bahwa keamanan dan kenyamanan itu berbeda. Mau tidak mau, kita harus meningkatkan pemahaman dan awareness,” tambah Aries.

Sebagai Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP), lanjut Aries, Jalin memiliki peran sentral dalam memastikan keamanan transaksi di tengah pertumbuhan volume dan kompleksitas ekosistem.

Menurutnya, salah satu langkah penting yang dijalankan Jalin adalah penerapan sistem monitoring dan threshold transaksi untuk mendeteksi anomali secara cepat dan proaktif.

Baca Juga: Bank Indonesia: Keamanan Siber adalah Fondasi Kepercayaan Publik dan Ketahanan Nasional

Ia menjelaskan bahwa Jalin menerapkan batas ambang tertentu untuk memantau pola transaksi seluruh anggotanya baik bank maupun fintech. Ketika terjadi lonjakan yang tidak wajar, Jalin segera berkoordinasi dengan penyedia jasa pembayaran terkait.

“Kalau kita lihat ada transaksi yang naik melebihi threshold, misalnya biasanya Rp100 miliar lalu naik jadi Rp150 miliar, kami langsung menghubungi PCP atau fintech-nya. Ini untuk memastikan apakah ada indikasi fraud atau anomali,” papar Aries.

Respons cepat ini menjadi krusial mengingat insiden keamanan digital dapat berkembang sangat cepat apabila tidak ditangani dengan tepat.

“Yang namanya insiden itu sangat cepat. Kalau tidak ditangani dengan proper, akan semakin sulit dicegah,” ungkapnya.

Ia pun lantas menekankan bahwa efektivitas sistem keamanan tidak hanya bergantung pada satu pemain, tetapi membutuhkan kolaborasi erat antara penyelenggara switching, perbankan, fintech, hingga regulator.

“Security awareness is one thing. Tapi kita juga harus meningkatkan kolaborasi antar institusi. Kita harus lebih fokus kepada kenyamanan dan keamanan nasabah, tidak hanya institusi masing-masing,” tegasnya.

Aries juga menyoroti pentingnya kecepatan respons dari semua pihak, karena sering kali ada institusi yang menunda tindak lanjut atas laporan anomali.

“Kadang ada beberapa fintech atau bank yang baru merespons keesokan harinya. Ini berbahaya. Jangan sampai fraud benar-benar terjadi dan menimbulkan kerugian besar,” pungkasnya.

Sebagai informasi, PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin) merupakan perusahaan berbasis teknologi layanan keuangan yang didirikan pada 2016 oleh Kementerian BUMN bersama Himbara (BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN) serta PT Telkom Indonesia. Jalin saat ini mengelola jaringan switching LINK dengan pangsa pasar terbesar pada kategori debit switching di Indonesia.

Sebagai PIP, Jalin terus memperluas perannya menjadi digital enabler yang menghubungkan masyarakat dengan ekosistem finansial dan non-finansial melalui visi perusahaan sebagai “The National Digital Highway.”

Produk dan layanan Jalin sendiri meliputi digitalisasi layanan perbankan, switching transaksi ATM dan debit, GPN, hingga QRIS serta virtual ATM. Hingga kini, Jalin memiliki lebih dari 80 anggota yang terdiri dari bank dan fintech di seluruh Indonesia.

Baca Juga: BI Siapkan Blueprint Sistem Pembayaran 2030 untuk Perkuat Keamanan Siber dan Kedaulatan Digital Nasional