Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada 2029 mendatang. Target ini bertujuan tak lain untuk membuat Indonesia menjadi negara maju dan keluar dari jebakan pendapatan menengah, dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi salah satu faktor yang mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%. Hal ini lantaran Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, yakni mencapai 3.687 GW. 

Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Eniya Listiani turut menjawab peranan EBT dalam mendukung visi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% di era pemerintahannya.

Menurut Eniya, masih menjadi tantangan untuk mewujudkan target energi baru terbarukan (EBT), meskipun banyak pihak telah berbicara mengenai pentingnya pengembangan EBT. Saat ini, kata Eniya, pembahasan mengenai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sedang berlangsung. Diharapkan, rencana tersebut akan memberikan porsi yang lebih besar untuk EBT.  Namun, tantangan utamanya adalah bagaimana merealisasikan rencana tersebut. 

Baca Juga: Optimalisasi Potensi EBT di Indonesia, Kadin Adakan Pertemuan dengan Perwakilan Pemerintah AS

“Kalau meninjau 10 tahun yang lalu target EBT itu 23% di 2025, itu seperti angka keramat. Sejak saya masih menjadi staff, saya sudah tahu target ini, tapi kenapa nggak pernah bisa tercapai?” ujar  Eniya Listiani dalam diskusinya pada agenda “Semangat Awal Tahun (SAT) 2025” yang berlangsung di IDN HQ, Kamis (16/1/2025).

Oleh karena itu, lanjut Eniya, fokus saat ini adalah menentukan langkah-langkah konkret untuk memastikan target pertumbuhan ekonomi yang sudah dicanangkan itu dapat tercapai pada waktunya.

Dalam kesempatan tersebut, Eniya turut mengungkap pencapaian potensi EBT pada 2024 dengan install capacity mencapai 14.110 MW atau setara 0,38% dari total potensi EBT Indonesia sebesar 3.687 GW (atau 3,6 TW). 

“Jadi capaian EBT kita itu kemarin 13,9 sekarang jadi 14,1%. Target bauran EBT yang tercapai sudah tambah 1%,” tutur Eniya.

Salah satu tambahan kapasitas signifikan berasal dari PLTA, seperti PLTA Asahan yang segera diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto dan PLN. Selain itu, pembangkit listrik berbasis panas bumi juga akan segera beroperasi, menambah kontribusi pada bauran energi nasional.

Baca Juga: Percepat Elektrifikasi dan Pengembangan EBT, PLN Raih Pendanaan World Bank USD581,5 Juta

Lanjut Eniya, pentingnya mendorong pemanfaatan EBT di sektor industri dan manufaktur untuk meningkatkan produktivitas. Saat ini, penggunaan listrik masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, seperti untuk perangkat elektronik, sehingga pertumbuhan di sektor industri perlu dipercepat agar pemakaian EBT lebih optimal.

Di samping itu, saat ini pemerintah juga sedang mempersiapkan perdagangan karbon internasional, dengan harapan harga karbon dapat meningkat dari 2-3 dolar per ton CO2 menjadi 50 dolar. 

Eniya optimis hal tersebut bisa terwujud lantaran Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon karena kapasitas penyimpanan karbonnya mencapai 600 gigaton CO2 dan terbesar di dunia. Menurutnya, hal tersebut merupakan peluang besar untuk memanfaatkan sumber daya karbon sebagai bagian dari strategi energi berkelanjutan.

“Apakah nanti akan terwujud atau tidak?Mudah-mudahan bisa terwujud. Carbon storage capacity di kita itu saat ini 600 Giga ton CO2 dan itu terbesar di dunia. Dan ini potensi yang luar biasa Untuk kita bisa trading karbon nantinya,” imbuhnya.

Dalam kesempatan lain, seperti dikutip dari laman Forest Insght, Eniya menjelaskan bahwa mulai Januari 2025, Indonesia akan menerapkan kebijakan mandatory B40 pada biodiesel serta mengembangkan bioetanol dan bioavtur. Salah satu langkah strategis adalah pembangunan PLTS terapung di permukaan waduk, dengan potensi sebesar 14,7 GW dari 257 waduk yang tersebar di berbagai wilayah.

Indonesia juga memiliki potensi besar dalam energi arus laut, terutama di wilayah timur, meskipun masih penuh tantangan. Untuk mencapai target Net Zero emisi karbon, investasi dalam pengembangan EBT diperkirakan membutuhkan setidaknya 55 miliar dolar AS, di mana membuka peluang besar bagi para investor.