Lebih jauh, Sri Mulyani pun mengingatkan, untuk generasi muda yang nantinya ingin terus belajar mengenai ekonomi syariah, agar jangan melepaskan kompetensinya mengenai sisi ekonominya sendiri.
Sebab, kata Sri Mulyani, selama dirinya banyak melihat yang lebih menekuni ekonomi syariah itu berfokus pada legalistiknya saja.
“Jangan lepaskan kompetensi Anda mengenai economics-nya. Karena saya sering lihat banyak yang lebih menekuni pada legalistiknya sehingga akhirnya kalian tidak bisa men-translate dari behavior manusia,” ungkap Sri Mulyani.
“Behavior manusia itu relative sama meskipun ada screen value, ada yang disebut pantas gak pantas, halal-haram, tapi di luar yang halal-haram kalau sudah halal sama saja, saya akan cari barang yang paling baik kualitasnya, paling murah dan paling affordable,” lanjutnya.
Sri Mulyani pun menuturkan, di luar aspek halal dan haram, kita juga akan tetap membutuhkan good governance serta prinsip efisiensi.
“Jadi jangan bilang ‘oh ini halal lho’ tapi barangnya kualitasnya gak karuan, harganya tinggi banget, pokoknya kamu harus beli ini, karena ini halal, yang lain itu haram. Itu pasti gak akan jalan. Jadi tetap prinsip-prinsip ekonomi mengenai efisiensi, tata kelola, itu kalian harus juga pelajari, competition, transparansi, itu menjadi sangat penting,” tandas Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Sri Mulyani pun berharap pengembangan ekonomi syariah di Tanah Air tidak terjebak pada hal yang sifatnya branding semata, namun juga menitikberatkan kepada berbagai hal substantif.
Dengan demikian, pengembangan ekonomi syariah bisa menghadirkan sebuah sistem ekosistem perekonomian syariah yang bermakna kepada kemakmuran, keadilan, efisiensi, dan sesuai dengan kebutuhan zaman, sehingga bukan sebuah ekonomi yang tidak efisien dan memiliki berbagai persoalan dari sisi tata kelola keuangan syariah.
Baca Juga: Ketika Sri Mulyani Bicara Dasar Ilmu Ekonomi: Antara Keinginan dan Sumber Daya