Namun, tidak dengan bitcoin. Kata Gita, bitcoin tidak mengalami pertumbuhan melebihi emas dan tetap di angka 21 juta unit.

“Apalagi 10 tahun lagi, itu dia gak akan bertambah. Mulai dari 10 tahun lagi dia gak akan bertambah pasoknya. Dia hanya dipatok di 21 juta. Jadinya secara filsuf, secara ekonomi saya melihat ini adalah proposition yang kuat sekali,” terangnya.

Gita juga beranggapan, bitcoin sangat dapat dipertanggungjawabkan secara teknologi, di mana menggunakan sistem blockchain yang memastikan semua transaksi aman dan tidak dapat diubah.

“Sedangkan kripto-kripto lainnya apakah itu doge, apakah itu ethereum, apakah itu selena dan lain-lain. Itu dia perlu dirut. Harus ada dirut, harus ada direktur ini, direktur itu, untuk mengawal semenjak awal mulanya pendirian kripto ini,” kata Gita.

Melihat fenomena tersebut, Gita menilai bahwa uang semakin banyak dicetak maka nilai intrinsiknya ikut berkurang. Pun dengan kondisi pasar emas, membuat banyak anak muda saat ini mencari alternatif lain dan beralih ke bitcoin.

Baca Juga: Jawab Kebutuhan Nasabah Lewat Octo Mobile, CIMB Niaga: 90% Transaksi Dilakukan Lewat Digital Banking

Penggunaan blockchain dengan sistem desentralisasi pada bitcoin, Gita menilai juga dapat dipertanggungjawabkan dan membuahkan tiga hal. Di antaranya adalah adanya transparansi ketika melakukan transaksi dengan menggunakan blockchain.

“Si penerima sama pengirim itu tahu. Dan yang kedua, real time, instant. Tapi kalau kita transfer duit, mau RTGS kek, mau transfer dan segalanya, kadang-kadang ada delay beberapa menit, kadang-kadang beberapa hari kan. Nah itu yang bikin gak transparan,” jelas Gita.

“Mereka lebih suka sistem yang desentralistis, dan membuahkan akuntabilitas, transparansi, dan real time. Selama dolar dan mata uang lainnya itu terus-menerus dicetak, selama tidak ada transparansi, selama tidak ada akuntabilitas, selama tidak ada real time, saya rasa bitcoin itu akan semakin laku ke depan,” imbuhnya.