Penelitian baru dari NTT DATA Inc., penyedia bisnis digital dan layanan TI, mengungkapkan bahwa perusahaan berlomba-lomba untuk mengadopsi AI, tetapi adanya kesenjangan tanggung jawab mengancam kemajuan tersebut. Lebih dari 80% eksekutif mengakui bahwa kepemimpinan, tata kelola, dan kesiapan tenaga kerja tidak mampu mengikuti kemajuan AI sehingga berisiko terhadap investasi, keamanan, dan kepercayaan publik.
Laporan ini, Kesenjangan Tanggung Jawab AI: Mengapa Kepemimpinan adalah Kunci yang Hilang, mengambil wawasan dari lebih dari 2.300 pemimpin C-suite dan pengambil keputusan di 34 negara, menunjukkan perlunya kepemimpinan yang jelas untuk menghubungkan inovasi AI dengan tanggung jawab etis.
Baca Juga: Mengenal Chip Implan Otak Buatan Elon Musk untuk Manusia, Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui
"Antusiasme terhadap AI tidak dapat disangkal, tetapi temuan kami menunjukkan bahwa inovasi tanpa tanggung jawab akan meningkatkan risiko. Perusahaan perlu memiliki strategi pengelolaan AI yang jelas dari para pemimpin untuk mengatasi kesenjangan ini—sebelum kemajuan terhenti dan kepercayaan mulai menurun," kata Abhijit Dubey, CEO NTT DATA, Inc., dikutip Jumat (21/2/2025).
Temuan utama: Kesenjangan Tanggung Jawab AI Makin Lebar
- Inovasi vs Tanggung Jawab adalah Pertarungan di Ruang Rapat – C-suite terbelah: Sepertiga eksekutif percaya tanggung jawab lebih penting daripada inovasi, sementara sepertiga lainnya memprioritaskan inovasi di atas keselamatan; sepertiga sisanya menilai keduanya sama penting;
- Ketidakpastian Regulasi Menghambat Pertumbuhan – Lebih dari 80% pemimpin mengatakan regulasi pemerintah yang tidak jelas menghambat investasi dan implementasi AI, yang mengakibatkan penundaan adopsi;
- Keamanan dan Etika Tertinggal dari Ambisi AI – 89% pemimpin C-suite khawatir tentang risiko keamanan AI, tetapi hanya 24% chief information security officer (CISO) yang percaya organisasi mereka memiliki kerangka kerja yang kuat untuk menyeimbangkan risiko AI dan penciptaan nilai;
- Tenaga Kerja Tidak Siap–67% eksekutif mengatakan karyawan mereka kekurangan keterampilan untuk bekerja secara efektif dengan AI, sedangkan 72% mengakui mereka tidak memiliki kebijakan AI untuk membimbing penggunaan yang bertanggung jawab;
- Kekhawatiran Keberlanjutan Muncul–75% pemimpin mengatakan ambisi AI bertentangan dengan tujuan keberlanjutan perusahaan, memaksa organisasi untuk memikirkan kembali solusi AI yang memerlukan energi tinggi.
Mandat kepemimpinan: Menutup Kesenjangan Tanggung Jawab AI
Tanpa tindakan tegas, organisasi berisiko menghadapi masa depan di mana kemajuan AI melebihi tata kelola yang diperlukan untuk memastikan adopsi AI yang etis, aman, dan efektif. Para pemimpin harus menangani:
- Prinsip Tanggung Jawab dalam Desain – AI, termasuk GenAI, harus dibangun secara bertanggung jawab dari awal hingga akhir, mengintegrasikan keamanan, kepatuhan, dan transparansi dalam pengembangan sejak hari pertama;
- Kewajiban Tata Kelola – Para pemimpin harus melampaui persyaratan hukum dan memenuhi standar etika dan sosial AI dengan pendekatan sistematis;
- Kesiapan Tenaga Kerja – Organisasi harus meningkatkan keterampilan karyawan untuk bekerja bersama AI dan memastikan tim memahami risiko dan peluang AI;
- Kolaborasi Global dalam Kebijakan AI – Bisnis, regulator, dan pemimpin industri harus bersatu untuk menciptakan kerangka tata kelola AI yang lebih jelas dan dapat ditindaklanjuti serta menetapkan standar AI global.
"Jalur AI sudah jelas—dampaknya hanya akan makin besar. Namun tanpa kepemimpinan yang tegas, kita berisiko menghadapi masa depan di mana inovasi melebihi tanggung jawab, menciptakan celah keamanan, titik buta etika, dan peluang yang terlewat. Komunitas bisnis harus bertindak sekarang. Dengan menyematkan tanggung jawab ke dalam fondasi AI—melalui desain, tata kelola, kesiapan tenaga kerja, dan kerangka etika—kita membuka potensi penuh AI sambil memastikan bahwa AI melayani bisnis, karyawan, dan masyarakat secara adil," pungkas Dubey.