Industri kelapa sawit merupakan industri dengan skala yang sangat besar, baik dari segi kontribusi maupun tantangan yang dihadapi. Persepsi negatif dan sorotan tajam terhadap industri ini tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, perlu upaya bersama untuk mengatasi tantangan tersebut. Salah satunya adalah melalui kolaborasi antara petani dan pengusaha.
Petani dan pengusaha memiliki kepentingan serta tanggung jawab yang sama dalam aspek kemanusiaan (people), antara lain menghormati dan memenuhi hak-hak para pelaku industri serta memastikan kesejahteraan dan martabat jutaan individu yang menggantungkan hidup pada industri kelapa sawit.
Dalam ekosistem industri kelapa sawit, petani dan pekerja (buruh) merupakan dua kelompok terbesar. Petani sawit mengelola sekitar 42% dari total perkebunan sawit nasional yang mencakup tidak kurang dari dua juta keluarga petani. Adapun, jumlah pekerja bahkan lebih besar yakni mencapai 16 juta orang.
Isu terkait nasib pekerja perempuan serta tuduhan praktik pekerja anak (child labour) telah menjadi perhatian berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun global, termasuk pemerintah, organisasi buruh, pasar, dan masyarakat sipil (NGO).
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) secara aktif mengampanyekan inisiatif Sawit Indonesia Ramah Anak (SIRA) dan mendorong perlindungan bagi pekerja perempuan melalui program Sawit Indonesia Ramah Pekerja Perempuan (SARAMPUAN).
Gerakan ini terus diperluas ke seluruh ekosistem industri sawit dan membutuhkan keterlibatan multipihak. Beberapa waktu lalu, GAPKI menggandeng Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, untuk memperkuat gerakan tersebut.
Pada kesempatan terbaru, GAPKI bekerja sama dengan tujuh organisasi petani yang tergabung dalam Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) dan menandatangani komitmen serta aksi bersama pada acara Indonesia Palm Oil Smallholders Conference & Expo (IPOSC) yang diselenggarakan di Pontianak pada 24 September 2025.
Diharapkan, para petani dapat memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip SIRA dan SARAMPUAN sehingga industri kelapa sawit benar-benar mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Panduan yang telah disusun berdasarkan praktik terbaik perusahaan diharapkan dapat diadopsi secara luas.
Dengan demikian, keberadaan anak di area perkebunan tidak lagi dipandang sebagai praktik pekerja anak, melainkan sebagai bagian dari proses edukasi dan regenerasi petani, tanpa mengabaikan hak anak untuk bermain dan memperoleh pendidikan. Hak anak harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi.
Demikian pula bagi perempuan, harus dipastikan tidak terjadi kekerasan maupun eksploitasi di lingkungan perkebunan. Sebaliknya, partisipasi perempuan dan keadilan gender harus terus didorong.
Melalui berbagai upaya tersebut, industri kelapa sawit tidak hanya menjadi industri yang berkelanjutan (sustainable), tetapi juga ramah anak dan perempuan. Dengan demikian, industri sawit dapat berperan sebagai lokomotif pembangunan pedesaan serta mendukung pembangunan manusia menuju tercapainya visi Indonesia Emas.