Harapan masyarakat atas layanan prima program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sangat tinggi. BPJS Kesehatan memiliki tugas berat menjawab harapan itu.
Sambil mencoba tersenyum, Mardiani (43 tahun), mengingat kembali masa-masa perjuangan sang ayah saat melawan stroke. Dia mencoba tegar dan terus menyemangati sang ayah ketika harus berulang kali menjalani terapi. Beruntung, biaya terapi kala itu di-cover oleh BPJS Kesehatan.
Perempuan yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) itu mengaku telah mendampingi pengobatan ayah selama dua tahun terakhir. Ia menceritakan pengalaman panjang merawat sang ayah dengan lugas, meski matanya sempat berkaca-kaca.
"Saya sudah dua tahun menemani bapak berobat rutin dengan BPJS Kesehatan. Bapak punya darah tinggi karena memang tadinya perokok. Beberapa bulan sebelum kena stroke, ibu saya meninggal dunia juga karena stroke," katanya kepada Olenka saat mengurus surat rujukan di Puskesmas Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Menurutnya, tidak mudah mendampingi pasien lanjut usia (lansia) selama bertahun-tahun. Tidak jauh berbeda dengan mengurus balita, ia harus bersabar dengan sikap sang ayah yang sering kali sulit diatur. Apalagi, sang ayah yang kini berusia 75 tahun itu sebenarnya tidak mau membebani sang anak sehingga awalnya menolak untuk berobat.
"Menyampaikan ke orang tua (ajakan untuk berobat, red), kasih penjelasan biar dia lebih mengerti. Terus harus sabar-sabar juga," ungkapnya.
Selama 1,5 tahun awal, ia rajin mengantar sang ayah untuk melakukan terapi sebanyak dua kali dalam sepekan. Alhasil, keadaan sang ayah yang tadinya tidak bisa melakukan apa-apa perlahan membaik.
"Dulu kan masih pakai kursi roda, salat juga masih di bangku dulu. Kalau sekarang sudah bisa beraktivitas," ucap Mardiani bersyukur.
Dia merasa sangat terbantu dengan fasilitas BPJS Kesehatan. Semua biaya terapi yang dilakukan sang ayah bisa di-cover. Selain itu, dia tidak menemukan kesulitan berarti ketika akan menggunakan BPJS Kesehatan.
Hanya saja, ia menyayangkan kebijakan terbaru BPJS Kesehatan yang mengurangi beberapa fasilitas layanan. Untuk kasus sang ayah, imbuhnya, kebijakan BPJS Kesehatan terbaru hanya memberikan fasilitas terapi satu kali dalam sepekan. Menurutnya, hal tersebut kurang efektif dalam penyembuhan pasien stroke. Kini, ia memutuskan untuk melakukan terapi mandiri di rumah.
"Sekarang BPJS Kesehatan banyak yang dikurangi. Kalau (terapi) cuma seminggu sekali, kayaknya tidak terlalu pengaruh. Saya teruskan (terapi) di rumah saja. Saat ini paling kontrol rutin dan obat," tuturnya.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan memang memberi manfaat pemeliharaan dan perlindungan kesehatan kepada masyarakat. Program ini sukses menghadirkan akses pelayanan kesehatan yang inklusif dan setara kepada masyarakat.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan keberadaan JKN memberikan jaminan kesehatan serta kepastian akses layanan yang adil, bermutu, dan terjangkau kepada setiap anggota masyarakat.
"Jaminan kesehatan dibutuhkan untuk memastikan setiap warga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan kesehatan yang diperlukan," katanya sebagaimana dikutip oleh Olenka di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
Tantangan Program JKN
Meski berbagai manfaat telah dirasakan oleh masyarakat, program ini menghadapi berbagai macam tantangan serius. Adapun, beberapa tantangan yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan dalam mewujudkan jaminan kesehatan nasional yang berkelanjutan seperti ancaman defisit, peningkatan peserta non-aktif, hingga lonjakan utilisasi layanan.
Salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh program JKN adalah ancaman defisit. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, defisit pembiayaan JKN terjadi sejak tahun 2023 ketika nilai biaya manfaat mencapai Rp158,8 triliun, sementara penerimaan iuran hanya sebesar Rp149,61 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan defisit keuangan menjadi tantangan berat karena lonjakan beban kesehatan tidak diimbangi dengan besaran iuran peserta. Lonjakan beban kesehatan berasal dari tingginya jumlah penduduk yang menderita penyakit kronis hingga peningkatan utilisasi layanan.
Berdasarkan catatan, jumlah pemanfaatan layanan pada program JKN hanya 252.000 kasus per hari pada tahun 2014 silam. Angka tersebut melonjak menjadi 1,8 juta kasus per hari pada tahun 2024 lalu. Dampaknya, biaya untuk jaminan kesehatan juga meningkat dari Rp42,6 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp174,90 triliun pada tahun 2024 lalu.
"Jika tidak ada penyesuaian tarif iuran maka BPJS Kesehatan berpotensi mengalami kondisi gagal bayar klaim peserta setelah tahun 2026," kata Ali di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Peningkatan utilisasi layanan berbanding lurus dengan lonjakan jumlah peserta dalam program JKN. BPJS Kesehatan mencatat, total jumlah peserta sebesar 133,4 juta orang pada tahun 2014. Kemudian terjadi pelonjakan jumlah peserta menjadi sebesar 276,5 juta orang pada tahun 2024 lalu. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 50 juta peserta yang aktif membayar iuran BPJS Kesehatan.
Banyaknya jumlah peserta yang tidak patuh dalam membayar iuran menandakan tantangan lain dalam mewujudkan program JKN berkelanjutan, yakni ketergantungan pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran secara konsisten.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, pada tahun 2023 lalu ada sebanyak 53,7 juta peserta program JKN dengan status tidak aktif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38,5 juta peserta non-aktif tanpa tunggakan dan 15,2 juta peserta non-aktif dengan tunggakan.
Mewujudkan JKN Berkelanjutan
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengatakan perlu ada beberapa kebijakan strategis guna mewujudkan program JKN yang berkelanjutan seperti penyelesaian besaran iuran agar lebih seimbang dengan pemberian manfaat, perbaikan tingkat keaktifan peserta, dan menata strategi penganggaran secara lebih rasional.
"Direksi BPJS Kesehatan sudah harus mempersiapkan usulan penyelesaian besaran iuran. Kita juga mengharapkan adanya fokus peningkatan keaktifan peserta PBPU yang masih banyak tidak aktif serta strategi penganggaran yang lebih rasional," kata Abdul.
Adapun, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, memastikan Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen kuat untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia, termasuk soal kesehatan.
Ia menegaskan, pemerintah akan mendukung perbaikan program BPJS Kesehatan, bukan hanya dari sisi angka defisit antara pembayaran klaim dan penerimaan iuran melainkan juga dari sisi implementasi layanan program.
"Presiden Prabowo sangat perhatian pada hal-hal yang sifatnya mendasar untuk rakyat, seperti masalah kemiskinan, masalah pengangguran, masalah pangan, hingga masalah kesehatan," pungkasnya.