Sesuai Perpres No. 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan TBC, Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030 dengan penurunan angka kejadian menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 jiwa per 100.000 penduduk. Sayangnya, misi tersebut terkendala gejolak geopolitik global usai Presiden Donald Trump membubarkan USAID alias United States Agency for International Development atau Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat.

Hal itu diakui oleh dr. Henry Diatmo, MKM selaku Direktur Eksekutif STOP TB Partnership Indonesia (STPI) dalam Konferensi Pers Hari Tuberkulosis Sedunia 2025 di Jakarta pada Senin, 28 April 2025, yang terselenggara berkat kerja sama bersama Medco Foundation dan PR konsorsium Pena Bulu STPI, serta didukung Kementerian Kesehatan RI.

Baca Juga: Sinergi Nutrifood, Kemenkes RI, dan Badan POM Gencarkan Edukasi Literasi Nilai Gizi Pada Makanan Kemasan

"Kondisi dalam negeri seperti kebijakan efisiensi yang dilakukan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga menjadi tantangan bagi upaya eliminasi TBC di Indonesia. Meski begitu, peran multisektor seperti komunitas terus digalakkan. Organisasi seperti STPI dan PR Konsorsium Penabulu-STPI merupakan tempat kami berjuang untuk memberikan dukungan pada pasien TBC, melakukan advokasi ke pemerintah, dan melibatkan swasta untuk upaya penanggulangan TBC," ujarnya.

Dalam acara yang digelar sebagai bagian peringatan Hari Tanpa Tuberkulosis Sedunia (HTBS) 2025 ini menegaskan pernyataan sikap, lembaga-lembaga yang selama ini komitmen dalam penanggulangan TBC, untuk tetap bertahan meski di tengah situasi yang kurang ideal di tahun 2025.

dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA selaku Ketua Tim Kerja TBC Kemenkes RI menyampaikan bahwa penemuan kasus TBC dalam 2 tahun ke belakang, lebih tepatnya pada masa Covid-19, terbengkalai sehingga estimasi kasus TBC di tahun ini meningkat hingga 1.090.000. "Pemerintah terus berkomitmen, sekarang TBC sudah menjadi isu prioritas dan sudah disampaikan juga oleh Pak Presiden Prabowo di berbagai media bahwa Indonesia komitmen dalam eliminasi TBC," tutur Tiffany.

Namun, tantangan dalam eliminasi TBC masih ada di masyarakat seperti stigma dan akses layanan yang belum merata. "Stigma dan hoaks di masyarakat masih sangat banyak, seperti target pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) untuk kontak erat jadi tantangan yang harus diberikan pada orang sehat, tapi sudah terinfeksi sehingga capaiannya masih rendah," tambahnya.

Sementara itu, dr. Betty Nababan selaku National Program Director PR Konsorsium Penabulu STPI menyebutkan bahwa komunitas di bawah PR bertujuan untuk melibatkan dan menggerakkan semua Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk bisa menjadi subrecipient mengelola dana dari Global Fund.

"Karena tidak bisa bergantung dengan tenaga medis, komunitas membantu mendorong kegiatan TBC. Ada 229 subrecipient yang berperan dalam melakukan penanggulangan TBC yang bisa dilakukan komunitas seperti skrining kasus kontak TBC. Kemudian, komunitas juga melakukan rujukan ke layanan kesehatan agar dilakukan konfirmasi positif atau tidak," terangnya.

dr. Betty juga menyampaikan bahwa PR Konsorsium untuk menggerakkan semua kader agar dapat memberikan TPT pada kontak erat pasien dalam kegiatan SIKAT TPT. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu pemerintah yang cakupan TPT-nya baru mencapai 19% per Maret 2025.

Dalam kesempatan yang sama, komunitas Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) yang diwakili oleh Ir. Yani Panigoro sebagai Ketua PPTI menekankan pentingnya peran lintas sektor untuk memperkuat penanggulangan TBC di Indonesia. Apalagi, kasus TBC di Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia setelah India dengan kasus mencapai 1.090.000, berdasarkan Global TB Report 2024.

Yani Panigoro mengatakan, PPTI bekerja dengan mengisi kekosongan dari kegiatan yang tidak bisa didanai oleh Global Fund seperti edukasi berbasis komunitas dan mendorong deteksi dini & mendorong pasien melakukan pengobatan.

"Semua pihak memiliki peran dalam penanggulangan TBC. Jika hanya mengandalkan pemerintah, mustahil eliminasi TBC tercapai. Oleh karena itu, Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2025 mengusung tema 'Terima Kasih Sudah Bertahan, Para Pejuang dan Pemerjuang TBC' sebagai bentuk apresiasi terhadap para penyintas, tenaga kesehatan, dan relawan yang terus berjuang di tengah keterbatasan," pungkasnya.

Selain Konferensi Pers dan Talkshow Kesehatan "AKSI TBC", rangkaian kegiatan ini dimeriahkan dengan Art Exhibition "Cerita dalam Lensa" yang dibuka secara umum dimulai dari 28 April 2025-30 April 2025 di Lantai Mezzanine, The Energy Building, Jakarta Selatan. Pameran seni ini menampilkan 25–40 karya terbaik yang menggambarkan cerita perjuangan penyintas TBC, tantangan sosial, stigma, serta kekuatan komunitas dalam menghadapi penyakit ini.