Raksasa tekstil Tanah Air PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dinyatakan pailit setelah perusahaan Tbk itu diguncang rentetan badai besar. Ini merupakan salah satu bencana besar di industri tekstil dalam negeri.
Puluhan ribu karyawan yang menggantungkan hidupnya di sana terancam pemutusan hubungan kerja (PHK), Sritex yang dulunya digdaya perlahan ambruk.
Presiden Prabowo Subianto sampai ikut turun tangan, berbagai upaya dilakukan untuk mengangkat kembali Sritex ke permukaan setelah karam dihantam badai.
Tak tanggung-tanggung empat ke kementerian diutus Prabowo dalam misi penyelamatan ini, keempatnya adalah: Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Tenaga Kerja.
Baca Juga: Gerak Cepat Prabowo Selamatkan Gelombang PHK PT Sritex Dijempoli Serikat Pekerja
Maraknya impor pakaian hingga alas kaki dari China hingga penyelundupan dari negara tersebut diklaim berbagai pihak sebagai dalang di balik jatuhnya Sritex. Pemerintahan terdahulu juga ikut-ikutan disalahkan karena dinilai lalai dan kurang perhatian terhadap industri tekstil dalam negeri.
Namun anggapan itu dipatahkan temuan terbaru Kementerian Ketenagakerjaan. Jatuhnya Sritex dipicu masalah internal.
Minim Mitigasi Risiko
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkap penyebab utama bangrutnya PT Sritex adalah persoalan manajemen.
Pihak perusahaan disebutnya lalai dalam hal ini terutama dalam memitigasi risiko, sehingga saat dirintangi masalah mereka kalang kabut dan kehilangan arah, imbasnya Sritex digulung gelombang besar dan perlahan karam. Masalah yang tadinya dianggap sepele justru berisiko fatal.
“Jadi (pihak perusahaan) lengah seolah-olah ini masalah kecil, tapi ternyata kemudian bisa berdampak fatal,”kata Yassierli saat raker dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta ditulis Kamis (31/10/2024).
Kesalahan fatal yang dianggap sebagai masalah kecil oleh pihak PT Sritex adalah perkara utang perusahaan yang terus menggunung namun tak dianggap sebagai sesuatu yang serius. Padahal September 2022, total liabilitas Sritex tercatat sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,06 triliun (asumsi kurs Rp15.656/US$).
"Kalau saya membacanya adalah ini kelalaian pihak manajemen dalam memitigasi risiko,” tuturnya.
Yassierli menyebut mula-mula jatuhnya Sritex terjadi saat utang Rp100 miliar milik satu kreditur yang tak ia sebut namanya. Dimana kreditur tersebut mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) namun ditolak.
“Ada kreditur yang cuma Rp100 miliar, mengalahkan total kreditur sekian triliun," ucapnya.
Merancang Strategi Misi Penyelamatan
Empat kementerian yang ditugasi Presiden Prabowo kembali dipanggil menghadap ke Istana pada Selasa (29/10/2024). Mereka saat ini sedang merancang berbagai strategi misi penyelamatan Sritex.
“Pemerintah akan membantu dalam penyelesaian masalah ini," ungkap Yassierli.
Meski begitu, Yassierli tak mengungkap secara gamblang langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan pemerintah. Dia bilang bisa jadi pemerintah nantinya hanya mengambil posisi sebagai penengah.
Baca Juga: Misi Penyelamatan Sritex, Menaker yakin Puluhan Ribu Karyawan Bisa Lolos dari Badai PHK
"Membantu itu, kan, horizonnya macam-macam. Bukan berarti pemerintah membantu swasta secara langsung. Belum tentu juga. Jadi, bisa saja pemerintah bantu percepat terjadinya mediasi, misalnya kurator dan manajemen. Pemerintah bisa bantu dengan regulasi yang bisa relaksasi terkait tentang ekspor-impor," ujarnya.